Timses Gubernur Bali Bantah Suap Akil Mochtar Rp80 Miliar

Ketua MK nonaktif Akil Mochtar.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir
VIVAnews - Mantan Ketua Tim Pemenangan Made Mangku Pastika-Ketut Sudikerta (Pasti-Kerta), Made Mudarta membantah telah menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) nonaktif, Akil Mochtar, dengan kisaran sebesar Rp80 miliar hingga 200 miliar. Pernyataan ini menyusul laporan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto atas dugaan tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin 7 Oktober 2013.
Suasana Rumah Duka Mooryati Soedibyo, Dipenuhi Pelayat dan Karangan Bunga

Menurut Mudarta, tudingan Hasto tidak berdasar sama sekali. Meski begitu, ia memastikan, Tim pemenangan pasangan Pasti-Kerta tidak akan menempuh langkah-langkah hukum terkait tudingan suap itu. Sebab, ia tahu betul jika partai koalisi yang mengusung paket Pasti-Kerta tidak memiliki uang sebanyak Rp80-200 miliar seperti yang dituduhkan itu.
Terungkap, Polisi Sebut Chandrika Chika Sudah Setahun Lebih Pakai Ganja: Menganggapnya Hal Lumrah

"Saya ketua tim, sejak awal saya ikuti semua. Nafas detaknya saya ikuti. Sama sekali tidak ada pemberian uang sebesar Rp80 miliar. Bahkan kami sampai hari ini punya utang puluhan juta untuk bayar baliho, baju, spanduk dan lainnya yang kami cicil. Tidak mungkin bisa menyuap puluhan miliar ke MK. Kecuali Gubernur Bali gajinya Rp1 triliun," ujar Mudarta, Sabtu 12 Oktober 2013.
Media Asing Puji Timnas Indonesia, Penuh Talenta Muda Cemerlang hingga Gol Manjakan Mata

Mudarta mengatakan, Pilgub Bali sudah diputuskan MK. Keputusan itu, kata dia, sudah yang paling adil untuk rakyat Bali. 

"Itu murni kemenangan rakyat Bali. Tim kami tidak pernah melakukan perbuatan melawan hukum. Saya meyakini keputusan MK semuanya memberi rasa keadilan," katanya.

Ruang 'ngamen' di MK

Mudarta menilai tudingan suap pada sengketa Pilgub Bali di MK dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk membuat keruh suasana kondusif di Bali. Kendati begitu, ia mengakui ada ruang kosong di MK yang dapat dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk menyuap. Dalam memutus perkara sengketa pilkada, kata dia, MK baru mengumumkan satu minggu setelah keputusan diambil. 

"Nah, kan sudah ketahuan siapa pemenangnya, hanya diumumkan seminggu kemudian. Ruang kosong itu dimanfaatkan untuk 'mengamen'," ungkap Mudarta.

Mudarta menyebut kasus suap tak akan mempengaruhi putusan MK. Baginya, hakim MK sudah profesional dalam memutus perkara, sehingga isu suap dan keputusan MK tak berkaitan. 

"Tapi kalau ditemukan bukti dan fakta suap, silakan dilaporkan. Itu ranah pidana. Bagi mereka yang menuding, menuduh ada unsur suap, kami persilakan untuk membuktikan. Teori hukum begitu, siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan," tegas dia.

Menurut Mudarta, jika tuduhan suap yang tidak mendasar itu terus digulirkan, maka akan mengganggu konsentrasi masyarakat dan pemerintah yang tengah mengabdi untuk masyarakat. "Rakyat kita sudah cerdas," imbuh dia.

Sebelumnya, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa penyelesaian kasus sengketa Pilkada di Bali merupakan "prestasi" terbesar yang dilakukan oleh Akil Mochtar selama menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Hasto mengatakan dalam sidang kasus sengketa Pilkada di Bali yang dilakukan oleh MK, Akil mempunyai terobosan hukum kekuasaan yang sangat pintar namun mencederai rasa keadilan.

Dalam Undang-undang No 32 tahun 2004 yang di dalamnya mengatur tentang Pemilu Kepala Daerah, Pasal 104 nyata-nyata mengatur bahwa mencoblos lebih dari satu kali atau diwakilkan, konsekuensinya sangat jelas yaitu pemungutan suara ulang.

“Namun toh kepintaran Akil, mampu membuat dalil hukum baru bahwa mencoblos lebih dari 1 kali atau diwakilkan selama sudah merupakan kebiasaan, dan telah diterima oleh masing-masing pihak, serta tidak bersifat manipulatif dapat diterima," katanya. () (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya