Eksploitasi terhadap ABK Asal Jateng Tinggi

ABK MV Sinar Kudus Kembali ke Tanah Air
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean
VIVAnews
Terungkap, Alasan Rizky Irmansyah Sukses Curi Perhatian Nikita Mirzani
- Maraknya kasus Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang dieksploitasi di luar negeri patut menjadi perhatian. Mirisnya, Jawa Tengah menjadi penyumbang terbanyak ABK yang bekerja di kapal penangkap ikan asing luar negeri.

Top Trending: Suami Sandra Dewi Punya Saham Triliunan, Ramalan Jayabaya Soal Masa Depan Indonesia

Sementara itu, perhatian negara terhadap kasus penempatan dan perlindungan ketenagakerjaan ABK asal Indonseia masih sangat minim.
Berpengalaman di DPR, Sumail Abdullah Dinilai Berpotensi Maju Pilkada Banyuwangi


Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemenlu RI, Tatang Budie Utama Razak mencatat, dari data per bulan, diperkirakan jumlah kasus ABK asal Jateng yang tidak mendapatkan perlindungan mencapai 750-1.000 orang. Dari jumlah itu sebagian besar mereka berasal dari warga Brebes, Tegal, Jepara, Blora, dan Pantura Pekalongan.


"Faktor penyumbang kasus ABK karena pendidikan rendah. Hal itu menyebabkan keselamatan kerja dan keterampilan rendah yang tidak memadai untuk menjalankan pekerjaannya," kata Tatang kepada
VIVAlife
saat penutupan Rakor Kementerian Luar Negeri di Semarang, Kamis 28 Agustus 2014.


Bahkan, pihaknya kerap kali menemukan kontrak kerja yang tidak sesuai standar yang berlaku di negara bendera kapal, negara tempat kapal beroperasi, atau pun hukum ketenagakerjaan di Indonesia.


Secara umum, ia menilai bahwa perekrutan ABK asal Indonesia yang bekerja pada kapal penangkap ikan asing, perlu ditata kembali. Mulai dari penataan kembali perekrutan sejumlah perusahaan ketenagakerjaan untuk melindungi para ABK.


"Karena, selama ini perusahaan yang mengirim ABK tidak kompeten, dalam arti bukan perusahaan pengerah tenaga kerja seperti yang diamanatkan undang-undang penempatan dan perlindungan tenaga kerja," katanya.


Belum lagi kontrak kerja yang dibuat perusahaan saat merekrut ABK untuk dipekerjakan di kapal penangkap ikan asing masih banyak yang tidak jelas. Banyak ABK yang tidal terlatih, sehingga ada kerawanan dalam perlindungan. Termasuk tidak adanya jaminan seperti asuransi.


Menurut dia, ada peraturan-peraturan dari berbagai instansi yang perlu disinkronkan dalam upaya memberikan perlindungan bagi ABK yang bekerja di kapal penangkap ikan asing.


Ia mengatakan bahwa setelah rakor ini, akan disusun rekomendasi yang intinya adalah bagaimana ketentuan itu dikeluarkan oleh satu instansi yang betul-betul memiliki kewenangan.


"Kalau ini memang kategori TKI, ya Kemenakertrans yang menjadi 'leading sector' dan harus jelas, kalau dikirim oleh BNP2TKI maka harus mematuhi semua ketentuan yang telah ditetapkan bersama," katanya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya