Surat Istri Mendiang Ketua Partai di Aceh untuk Jaksa Agung

foto ilustrasi keadilan
Sumber :
VIVAnews
Bawaslu soal Sidang Sengketa Pilpres 2024: Apapun Keputusannya Kami Ikuti
- Awal Februari 2014 lalu, M. Yuwaini (47 tahun), Ketua Partai Nasional Aceh (PNA) Kecamatan Kutamakmur, Aceh Utara, tewas setelah dikeroyok dua orang di kecamatan setempat. Kejadian itu sempat disebut-sebut karena persaingan sesama partai lokal yang kala itu sempat memanas menjelang Pemilu.

Deretan Negara yang Memiliki Work Life Balance Terbaik di Dunia, Adakah Indonesia?

Beberapa hari kemudian, Polisi mulai mengidentifikasi pelaku yang kabur usai membunuh Yuaini. Sebulan kemudian, Polisi menciduk Zulkifli alias Abu Dun (32 tahun), warga Desa Pulo Barat, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara. Ia kemudian menjadi terdakwa atas kasus tersebut.
Kubu 03 Batal Hadirkan Kapolda, Yusril: Gara-gara Saya Gertak, Enggak Berani Muncul


Rabu, 3 September 2014 lalu, terdakwa Abu Dun, menghadapi tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di luar dugaan pihak keluarga, Abu Dun hanya dituntut hukuman 2 tahun oleh JPU atas tindakannya yang telah menganiaya Yuaini hingga tewas.


Erlina (45 tahun), istri Yuaini merasa JPU tidak berpihak pada mereka sebagai korban. Ia kemudian berinisiatif mengadukan kekecewaannya ini kepada Jaksa Agung. Erlina dibantu rekan-rekan suaminya dari PNA melayangkan sebuah surat terbuka untuk sang Jaksa Agung, Basrief Arief.


Dalam suratnya, Erlina memohon kepada Jaksa Agung untuk mengganti JPU, Dahnir SH, yang dinilai tidak berpihak pada korban dan keluarganya. Dahnir menuntut terdakwa denda kurungan selama 2 tahun karena terbukti bersalah melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana tentang Penganiayaan.


“Hari ini, saya sedang dilanda kegelisahan atas kinerja dan perilaku salah seorang aparat penegak hukum di negeri ini, yaitu seorang jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Di mana, menurut pemahaman saya yang kurang mengerti hukum, telah mempermainkan tugas dan fungsinya sebagai aparatur yang bertanggung jawab untuk membuktikan bahwa benar Indonesia adalah negara hukum,” kata Erlina, melalui rilis yang diterima
VIVAnews
, Jumat, 12  September 2014.


Erlina juga menuliskan beberapa pertanyaan kepada Basrief Arief terkait tuntutan yang dibacakan JPU. “Saya tidak mau berandai-andai kenapa JPU ini berkinerja dan berperilaku seperti ini. Saya hanya ingin menanyakan kepada Bapak Jaksa Agung yang terhormat: apakah tuntutan dua tahun penjara kepada terdakwa kasus pembunuhan sudah memenuhi rasa keadilan korban dan keluarga yang ditinggalkannya? Kemudian, apakah tuntutan tersebut dapat memberikan efek jera kepada si pelaku dan juga orang lain? Terus, apakah tuntutan seperti itu dapat memberikan kepastian perwujudan rasa aman, tenteram, dan rukun masyarakat?” tulis Erlina.


Selain meminta JPU diganti, Erlina juga meminta Jaksa Agung untuk memeriksa Dahnir. Perempuan itu juga berharap suratnya mendapat balasan dari Jaksa Agung. Erlina hanya satu dari sekian banyak orang yang berusaha mencari keadilan di negeri demokrasi ‘katanya’ terbaik ini.


Berikut surat terbuka Erlina untuk Jaksa Agung:


Surat Terbuka Kepada Jaksa Agung tentang Mohon Diganti dan Diperiksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhoksukon-Aceh Utara terhadap Zulkifli alias Abu Dun (32), warga Desa Pulo Barat, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, terdakwa kasus pembunuhan terhadap M Yuaini (47), Ketua Partai Nasional (PNA) Kuta Makmur, Aceh Utara.
 
Aceh Utara, 10 September 2014

Kepada Yth. Bapak Basrief Arief
Jaksa Agung Republik Indonesia
di Jakarta
 
1.
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Dengan hormat, semoga Bapak Jaksa Agung dalam keadaan sehat walafiat dan senantiasa dalam lindungan Allah SWT dalam menjalankan tugas kenegaraan.
 
2. Izinkan saya memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Erlina, alamat Desa Ceumeucet, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Istri dari M. Yuaini (47 tahun) yang tewas setelah dianiaya Zulkifli alias Abu Dun (32 tahun), warga Desa Pulo Barat, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, pada 06 Februari 2014 di kawasan Desa Lam Kuta, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.
 
3. Sebelumnya saya meminta maaf atas penulisan surat ini secara terbuka kepada Bapak. Ini saya lakukan sebagai hak keterbukaan publik untuk mengetahui apa yang terjadi dalam praktik hukum di negeri ini, dengan demikian kita bisa mengambil ikhtibar dan ikhtiar agar ke depan praktik hukum menjadi lebih baik berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
 
4. Penulisan surat ini saya lakukan karena masih mempercayai bahwa negara Indonesia didirikan berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi, dan warga negara Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama di hadapan hukum. Sehingga Indonesia disebut sebagai negara hukum
(rechstaat)
, yang maksudnya hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
(supremacy of law).

 
5. Hari ini, saya sedang dilanda kegelisahan atas kinerja dan perilaku salah seorang aparat penegak hukum di negeri ini, yaitu seorang jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Di mana, menurut pemahaman saya yang kurang mengerti hukum, telah mempermainkan tugas dan fungsinya sebagai aparatur yang bertanggung jawab untuk membuktikan bahwa benar Indonesia adalah negara hukum
(rechstaat).

 
6. Kegelisahan saya ini berawal dari tuntutan sang jaksa yang bernama M. Danil, S.H. --selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Lhoksukon-Aceh Utara-- terhadap Zulkifli alias Abu Dun (32), warga Desa Pulo Barat Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, terdakwa kasus pembunuhan terhadap M. Yuaini (47), Ketua Partai Nasional (PNA) Kuta Makmur, Aceh Utara. Pasalnya tuntutan JPU tersebut hanya dengan hukuman dua tahun penjara berdasarkan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Sebagai sumber informasi bagi Bapak, berikut saya tuliskan pemberitaan yang dimuat di salah satu koran terbitan Aceh.
 
 
SERAMBINEWS.COM, LHOKSUKON - Zulkifli alias Abu Dun (32), warga Desa Pulo Barat Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara yang menjadi terdakwa dalam kasus pembunuhan terhadap M Yuaini (47), Ketua Partai Nasional (PNA) Kuta Makmur, Aceh Utara dituntut dua tahun penjara. Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dahnir SH dalam sidang lanjutan kasus itu di Pengadilan Negeri Lhoksukon, Aceh Utara, Rabu (3/9) siang. Sidang tersebut dipimpin Abdul Aziz SH, didampingi dua hakim anggota, Teuku Almadyan dan Mustabsirah SH.

Sedangkan terdakwa yang mengenakan baju tahanan warna merah dan peci putih hadir ke ruang sidang didampingi pengacaranya, Taufik M Nur SH. Dalam tuntutannya, jaksa tak lagi membacakan kronologi kejadian dan hasil pemeriksaan saksi sebelumnya. Sebab, jaksa sudah mendapat persetujuan dari terdakwa. Tapi, JPU langsung membacakan materi pokok tuntutan.

Dalam tuntutannya, jaksa mengatakan, terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHPidana tentang Penganiayaan. Karena itu, jaksa meminta majelis hakim menghukum terdakwa dua tahun penjara, dikurangi masa tahanan.

Usai mendengar materi tuntutan, pengacara terdakwa, Taufik M Nur, meminta hakim memberikan waktu sepekan ke depan untuk menyiapkan materi pleidoi (pembelaan) terdahap kliennya. “Mohon waktu seminggu majelis, karena kami akan menyampaikan pleidoi secara tertulis,” katanya. Lalu hakim menunda sidang tersebut hingga Rabu (10/9) mendatang.

Sebagaimana diketahui, Yuaini, warga Desa Ceumeucet, Kecamatan Kuta Makmur tewas setelah dianiaya terdakwa pada 6 Februari 2014 di kawasan Desa Lam Kuta, kecamatan setempat. Sementara itu, Abu Dun ditangkap tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Aceh, 16 Maret 2014 dalam mobil Avanza B 1922 KFQ di kawasan Pantai Ulee Lheue, Banda Aceh. Kasus itu mulai disidangkan pada Juli 2014.(jf)

(http://aceh.tribunnews.com/2014/09/04/pembunuh-kader-pna-dituntut-dua-tahun)

 
7. Saya tidak mau berandai-andai kenapa JPU ini berkinerja dan berperilaku seperti ini. Saya hanya ingin menanyakan kepada Bapak Jaksa Agung yang terhormat: apakah tuntutan dua tahun penjara kepada terdakwa kasus pembunuhan sudah memenuhi rasa keadilan korban dan keluarga yang ditinggalkannya? Kemudian, apakah tuntutan tersebut dapat memberikan efek jera kepada si pelaku dan juga orang lain? Terus, apakah tuntutan seperti itu dapat memberikan kepastian perwujudan rasa aman, tenteram, dan rukun masyarakat?
 
8. Berdasarkan uraian tersebut di atas, saya memohon kepada Bapak Jaksa Agung untuk dapat mengganti Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhoksukon-Aceh Utara terhadap Zulkifli alias Abu Dun (32), warga Desa Pulo Barat, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, terdakwa kasus pembunuhan terhadap M Yuaini (47), Ketua Partai Nasional (PNA) Kuta Makmur-Aceh Utara sekaligus materi dan tuntutannya, sehingga tidak melahirkan apatisme masyarakat terhadap proses hukum kekerasan ini.
 
9. Saya juga memohon kepada Bapak Jaksa Agung untuk dapat memeriksa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lhoksukon-Aceh Utara terhadap Zulkifli alias Abu Dun (32), warga Desa Pulo Barat, Kecamatan Kuta Makmur, Aceh Utara, terdakwa kasus pembunuhan terhadap M Yuaini (47), Ketua Partai Nasional (PNA) Kuta Makmur-Aceh Utara sekaligus mempublikasikannya kepada masyarakat luas.
 
10. Di penghujung surat ini, saya berharap semoga jawaban dan respons Bapak menjadi kado terakhir kepemimpinan Bapak dalam memperbaiki kinerja dan perilaku jaksa yang masih buruk dan tidak profesional dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparatur penegak hukum di negeri ini. Bapak dapat memastikan semua unit kerja di bawah bekerja secara benar dan jujur berdasarkan hukum dan hati nurani. Bapak harus memastikan bahwa pejabat yang diangkat dan menduduki posisi strategis harus cakap dan berintegritas tinggi, sehingga kasus harus diproses dan disidik secara benar sebelum dilimpahkan ke pengadilan. Jaksa jangan menjadikan pengadilan sebagai tempat pembuangan sampah dakwaan dan tuntutan prematur dan sesat. Jaksa jangan membebani hakim dengan dakwaan dan tuntutan yang dibingkai dengan tafsir dan logika hukum yang jungkir-balik.
 
11. Demikian surat ini saya buat, yang ingin melihat lembaga Kejaksaan Agung berdiri tegak dengan gagah ditopang oleh para jaksa andal dan profesional yang berkhidmat pada keadilan dan kebenaran. Mohon maaf atas kata-kata saya yang kurang enak dibaca. Hanya mungkin dengan cara inilah saya bisa menyalurkan apa yang selama ini menggumpal dalam pikiran, sesuatu yang menindih rasa keadilan, sesuatu yang menekuk kebenaran.
Allahu a’lam bisshawab. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

 
Tertanda,
 
ERLINA
Isteri dari M. Yuaini (47 tahun)


Korban yang tewas setelah dianiaya Zulkifli alias Abu Dun (32 tahun), warga Desa Pulo Barat, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, pada tanggal 06 Februari 2014 di kawasan Desa Lam Kuta, Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya