Jelang Hari Primata, Ada Aksi di 22 Kota

Lutung Jawa (Trachypithecus Auratus Mauritus)
Sumber :
  • Antara/ Ari Bowo Sucipto
VIVA.co.id -
'Restorasi Gambut di Kawasan Budidaya Perlu Dikaji'
Protection of forest and fauna (Profauna) mengampanyekan Hari Primata 30 Januari dengan melakukan aksi serentak di 22 kota di Indonesia pada Kamis 29 Januari 2015. Aksi tersebut mengajak masyarakat untuk tidak memelihara dan memperjualbelikan primata yang semakin terancam punah.

Aplikasi Picture This, Cara Peduli Lingkungan Melalui Foto

Dalam aksi yang bertempat di depan balaikota Malang, mereka menggelar kampanye dengan memasang poster bertuliskan "Tempat primata bukan di rumah kita," "Jangan beli primata," "Primata not for sale."
Teliti Ekosistem Bekas Tambang, Indocement Rogoh Rp518 Juta


Mereka juga melakukan aksi teatrikal yang menggambarkan maraknya perdagangan primata. Seorang ibu membawa kereta belanja sambil membawa manusia bertopeng Kukang. Sedangkan sejumlah ibu-ibuĀ  juga membawa keranjang belanja berisi sejumlah primata.


Profauna mencatat tiga jenis primata yang banyak dijualbelikan dan dijadikan hewan peliharaan di Indonesia, mereka Kukang (Nycticebus javanicus), Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) dan Owa Jawa (Hylobates moloch).


"Bayi Owa, Lutung Jawa dan Kukang dipelihara karena lucu," kata juru bicara Profauna, Swasti Prawidya Mukti.


Tiga jenis primata itu merupakan satwa yang dilindungi dan berstatus langka. Mereka terancam kepunahan di alam.


Apalagi, habitat hutan di Jawa dalam kondisi kritis. Jika perdagangan satwa marak, perburuan akan semakin agresif. Sementara untuk mengambil anak Owa, Lutung dan Kukang harus membunuh induknya.


Bayi primata tersebut diminati untuk dipelihara karena lucu dan mirip boneka. Setelah dewasa primata cenderung agresif.


Sehingga sebagian besar pemilik primata membuang ke hutan tanpa melihat ketersediaan pakan. Ketergantungan primata dan pola hidup berbeda dalam perawatan manusia juga melemahkan insting bertahan hidup di habitat asal.


"Kami juga melihat perdagangan tak dilakukan di pasar saja, tapi banyak ditemukan di lapak online," katanya.


Bayi Owa, Lutung dan Kukang dijual dengan harga antara Rp3-5 juta di situs jual beli
online.
Sedangkan primata yang berstatus tak dilindungi seperti monyet ekor panjang dijual seharga Rp300 ribu.


Para pelaku perdagangan satwa, mengetahui jika perdagangan satwa melanggar hukum. Sehingga mereka menjual satwa langka secara sembunyi-sembunyi. Untuk itu, Profauna mengajak masyarakat untuk tak membeli dan memelihara primata.


"Pembeli tak sadar jika membeli satwa berarti berkontribusi terhadap kepunahan primata," ujarnya.


Sepanjang 2014, Profauna mencatat terdapat 35 kasus kejahatan satwa liar yang setidaknya melibatkan 400 ekor primata. Kasus tersebut diungkap polisi bekerjasama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya