FITRA: Politik Anggaran Jokowi Jauhi Nawa Cita

FITRA
Sumber :

VIVA.co.id - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyatakan, politik anggaran pemerintahan Jokowi - JK selama satu semester dinilai semakin jauh dari Nawa Cita. Alih-alih memihak rakyat, politik anggaran seolah melayani konglomerat dan investor asing.

Jokowi ke Silicon Valley

"Secara umum, politik anggarannya seperti mata hukum, mencekik ke bawah yaitu rakyat, melayani yang di atas yaitu konglomerat," kata Koordinator Advokasi dan Investigasi FITRA, Apung Widadi dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Jum'at, 24 April 2015.

Ia mengatakan, ada nawa (9) catatan terhadap politik anggaran Jokowi. Pertama, pemerintahan Jokowi menjarah APBN P 2015 tanpa warna Nawa Cita. Ini ditandai dengan kebijakan Jokowi menggelontorkan anggaran ke BUMN yang condong digunakan untuk menarik investor dalam bentuk jaminan Infrastruktur, mendorong liberalisasi BUMN yang hanya meraup untung tanpa ada kewajiban membayar PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) ke negara.

Ketua DPR Dukung Jokowi Kontrol Menteri Gunakan Anggaran

Kedua, infrastruktur dan percepatan pengadaan barang dan jasa malah menyuburkan kaum rente. Anggaran infrastruktur mencapai Rp315 trilun. Namun, proyek-proyek tersebut didominasi oleh investor yang notabene sebagai pemegang saham terbesar dalam proyek. "Misalnya pembangunan jalur kereta api, pembangunan smelter, pelabuhan dan pembangunan tenaga listrik," ujarnya menambahkan.

Catatan ketiga, pengurangan subsidi energi; BBM; listrik dan gas yang membuat rakyat terbebani. Termasuk, harga yang melambung tinggi. Kemudian liberasi BUMN, Telkom dan PLN. "Ada upaya shareswap anak perusahaan Telkom, Mitratel dengan PT. TBIG berpotensi merugikan negara mencapai 11 Triliun," ujar Apung.

Jokowi: Natal Jangan Hanya Seremoni

Lima, pemerintahan Jokowi JK mengobral gaji birokrasi. Alokasi anggaran Pemerintah Pusat untuk belanja pegawai dalam APBNP 2015 mencapai Rp263,9 triliun atau 13,07% dari belanja negara. Jika ditambah anggaran pegawai Pemda dan tunjangan jumlahnya membengkak menjadi RP340 triliun.

Keenam, hutang luar negeri melonjak tinggi. Ini bisa dilihat pada posisi utang asing indonesia pada akhir Februari 2015 tercatat Rp3.832 triliun, naik 9,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Ketujuh, pemerintah mengobral keringanan pajak bagi pemodal. Kedelapan, Ketimpangan alokasi dana desa. Dan sembilan, Pilkada serentak terancam batal akibat belum semua daerah siap dengan anggaran.

"Dari catatan-catatan di atas kami meminta Jokowi mencabut semua aturan yang memanjakan investor, pengurangan pajak, penunjukan langsung untuk mempercepat pembangunan dan aturan yang memungkinkan liberalisasi BUMN."

(mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya