Ternyata Orang Belanda di Batavia Takut Mandi

Bak mandi VOC di Museum Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Dody Handoko

VIVA.co.id - Nama Jayakarta diubah menjadi Batavia ketika VOC menundukkan pangeran Jayakarta pada tanggal 12 Maret 1619. Pemberian nama oleh Dewan Direktur VOC itu baru disetujui pada tanggal 4 Mei 1619. Batavia mengacu pada kota Benteng Belanda yang hanya meliputi bagian utara Jakarta sekarang ini.

Sejarahwan Alwi Shahab menuliskan dalam artikelnya tentang kondisi Batavia. Gedung-gedung indah terlihat di sekitar muara kanal Sunda Kalapa. Kala itu, bagian besar dari gedung tersebut digunakan untuk perkantoran dan pelayanan administrasi.

Indo Belanda, dari Anak Gundik Sampai Anak Serdadu KNIL

Di sisi kiri kanal, terlihat sebuah gedung besar yang merupakan pasar ikan, dibangun tahun 1846. Meski sekarang pasar itu sudah tidak ada lagi, namun nama Pasar Ikan masih tetap melekat hingga kini.

Di sekitar tempat inilah sebelum kedatangan VOC (Kompeni), tempat keberadaan keraton Pangeran Jayawikarta setelah menaklukkan Portugis pada 1527. Letaknya di sekitar Menara Syahbandar yang dibangun VOC pada abad ke-18, guna mengawasi keluar masuknya kapal. Kini, merupakan jalan ramai antara sebuah kantor polisi dan Museum Bahari.

Seorang pelaut Britania menggambarkan arsitektur kota Batavia. Kanal-kanal besar mengalir lewat beberapa jalan di Batavia hingga membuatnya rapi dan sejuk. Di setiap sisi kanal ditanam barisan pohon indah yang selalu hijau,  bersama keindahan dan kerapian bangunannya, membuat jalan-jalan itu begitu menawan.

“Sehingga, saya pikir kota ini (dengan ukuran besar itu) adalah kota yang  terindah di dunia,” komentarnya seperti yang tertulis dalam buku A Voyage to and from the Island of Borneo and the East India, Daniel Beeckman, 1718.

Pada jaman kolonial, Batavia bukan hanya pusat pemerintahan, melainkan juga sebagai pusat pergudangan utama dan tempat pemusatan militer. Menurut perkiraan, hanya terdapat 1.200 orang prajurit Belanda di benteng kota ini. Kalaupun ada kekurangan, awak kapal dan pengawal penduduk pun direkrut sebagai prajurit tambahan.

Pada masa awal, Batavia merupakan daerah yang menyeramkan bagi orang-orang Belanda. Saat itu, Batavia -sebagian besarnya- merupakan hutan liar dan rawa-rawa. Hutan Batavia bukan saja berisikan binatang buas, tapi juga banyak pemberontak dan Bandit. Demi memerangi itu, pemerintah kolonial di Batavia berani memasang harga tinggi untuk setiap kepala bandit-bandit itu.

Faktor alam tropis, mengutip Bernard Vlekke, merupakan hambatan terbesar bagi penghuni-penghuni baru dari Eropa. Menurut statistik, jumlah orang Belanda yang bermukim di Batavia tidak melebihi 10 ribu orang.

Orang-orang Belanda itu begitu takut kepada air. Bagi mereka, air merupakan salah satu sumber pembawa penyakit, sehingga perlu ada paksaan kepada setiap pegawai kompeni untuk mandi. Hingga 1775, masih ada aturan yang memaksa prajurit agar mandi sekali dalam seminggu.

Tapi, anehnya, ketakutan terhadap air tidak terjadi kepada istri-istri Belanda, khususnya yang pribumi. Mereka malah menggunakan kanal-kanal itu sebagai bak mandi alam.

Untuk memerangi penyakit, orang-orang Belanda memperbanyak meminum segelas gin. Industri penyulingan arak pun lantas disebut industri utama di Batavia. Arak Batavia kala itu bahkan terkenal di seluruh Asia. Mereka meyakini minuman arak terbukti mampu menjadi penangkal penyakit.

Seperti dicatat Kapten James Cook, satu-satunya pelaut di kapalnya yang tidak jatuh sakit, ketika kapalnya merapat di Batavia, adalah seorang tua, berumur 70-an tahun, yang tidak pernah berhenti mabuk dan meminum arak.

Cara mencegah penyakit lainnya adalah merokok. Maka, tidak mengherankan, industri cerutu mendapatkan keuntungan besar, di mana setiap seribu batang cerutu Belanda dihargai 3 dolar, sementara cerutu Kuba dihargai 10 dolar.




Kawasan Kampung Pulo Jakarta Timur

Antara Kampung Pulo, Ciliwung dan Venesia Timur

Jakarta pernah dijuluki Venesia dari Timur karena kebersihan kanalnya

img_title
VIVA.co.id
22 Agustus 2015