Cerita Leluhur Jawa di Suriname Tolak Jadi Warga Belanda

Leluhur Orang Jawa di Suriname Menolak Jadi Warga Belanda
Sumber :
  • VIVA.co.id/D.A. Pitaloka
VIVA.co.id - Penduduk Suriname keturunan Jawa merayakan 125 tahun kedatangan pendahulu mereka di Suriname pada 9 Agustus 2015. Tepat pada 9 Agustus 1890, sebanyak 51 penduduk Jawa didatangkan Belanda sebagai tenaga kerja paksa di Suriname. Kini ada 77 ribu warga keturunan Jawa di Suriname dan 28 ribu warga keturunan Jawa di Belanda.
Empat Warga Belanda yang Terlibat Tawuran di Bali Dicekal

Kaboel Karso, Kepala Yayasan Jawa Suriname, Setiga Jawa ing Flevoland (SJIF), mengatakan bahwa menyebut jumlah penduduk keturunan Jawa kini cukup besar di Suriname dibandingkan penduduk dari etnis lain, seperti kelompok dari Afrika dan India. Jumlahnya besar karena tak banyak orang Jawa yang bisa pulang ke Tanah Air setelah Indonesia merdeka pada 1945.
Alasan Menlu Belanda ke Makam Korban Pembantaian Rawagede

“Dari data yang ada, sekitar 8.000 penduduk Indonesia bisa pulang. Selebihnya mengalami nasib berbeda dan tak bisa pulang,” katanya seusai memberikan kuliah tamu di Universitas Negeri Malang, Senin, 24 Agustus 2015.
RI-Belanda Teken Kerja Sama Pertukaran Informasi Bea Cukai

Untuk pulang ke Indonesia, menurut Kaboel, leluhur mereka harus menaiki perahu dari Suriname menuju Amsterdam lalu ke Indonesia dengan tujuan tiga pelabuhan besar, yaitu Tanjung Priok, Tanjung Mas, dan Tanjung Perak.

Dibutuhkan waktu mingguan hingga tahunan untuk menunggu kapal dari Suriname pergi ke Amsterdam dan ke Indonesia. Imbasnya banyak warga yang kemudian menetap di Suriname meski Indonesia telah merdeka.

Namun muncul lagi permasalahan baru. Menurut Kaboel, generasi ketiga dari kakeknya yang tiba di Suriname tahun 1915, status warga keturunan Jawa sempat tidak jelas karena tak memiliki kewarganegaraan. Ketika diminta beralih status menjadi warga negara Belanda, mereka pun menolak.

“Status kami stateless, leluhur tak mau berganti kewarganegaraan jadi Belanda karena saat itu Indonesia sudah merdeka. Sementara Suriname masih jadi jajahan Belanda. Akibatnya penduduk Jawa sempat dipandang sebelah mata karena status itu,” ujarnya.

Namun pada tahun 1950-an, delegasi dari Kementerian Luar Negeri Indonesia tiba di Suriname dan meminta penduduk keturunan Jawa beralih kewarganegaraan menjadi Belanda. “Delegasi Kemenlu berpesan agar kami beralih kewarganegaraan, menjadi warga negara Belanda yang baik dan sekaligus membawa nama baik Indonesia,” katanya.

Setelah itu, banyak warga negara mulai mengubah status menjadi warga negara Belanda dan mengikuti pemilihan untuk menempatkan wakil di parlemen. 

Sumbangsih penduduk keturunan Jawa di Suriname, kata Kaboel, sejak itu mengalami pasang-surut. Ada kalanya warga keturunan Jawa dipercaya menjadi menteri, meski sekarang tak satu pun warga keturunan Jawa menjabat menteri. Penduduk keturunan Jawa juga punya kesempatan yang sama untuk berkembang di bidang ekonomi dan sektor lain, sama dengan warga negara lain.

“Tak ada kendala dari pemerintah, kami punya hak sama dalam politik, ekonomi, pendidikan dan sektor lain. Hanya saja sekarang sedang tidak ada wakil orang keturunan Jawa yang jadi menterinya,” kata dia menambahkan.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya