Menteri Agama Ingatkan Jemaah Tak Berbangga Sandang Haji

Jemaah saat menyimak khotbah wukuf oleh Menteri Agama sekaligus amirulhaj (pemimpin jemaah haji), Lukman Hakim Saifuddin, di Padang Arafah, Minggu 11 September 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Arinto Tri Wibowo

VIVA.co.id - Menteri Agama sekaligus amirulhaj (pemimpin jemaah haji), Lukman Hakim Saifuddin, mengingatkan para jemaah haji agar tidak berbangga telah menyandang gelar haji mabrur atau ibadah telah tuntas sekembali dari Tanah Suci. Sebaliknya, jemaah harus sadar untuk mengamalkan nilai dan makna ibadah haji yang telah ditunaikan.

Kloter Pertama Jemaah Haji Sumbar Terbang ke Tanah Suci 12 Mei 2024

Menteri mengutip Syaikh Mahmoud Syaltout dalam bukunya berjudul Al Islam, Aqidah wa Syari’ah, yang memaparkan pesan moral ibadah haji. “Dengan meninggalkan sanak keluarga, harta benda dan Tanah Air-nya, jemaah hají rela menahan segala macam kesukaran dalam perjalanan demi berbakti kepada Allah," katanya dalam sambutan menjelang khotbah wukuf di Padang Arafah pada Minggu, 11 September 2016.

Umat Islam melakukan hal itu bukan bermaksud mencari keuntungan materi untuk memuaskan hawa nafsu, tetapi semata karena hendak bersimpuh sebagai hamba di hadapan Ilahi, bertobat atas segala kesalahan dan kealpaannya di hadapan Kakbah.

Tak Banyak Masalah, Kemenag Nilai Proses Persiapan Haji Berjalan Baik

Menurut Lukman, apabila sudah selesai tugas haji, hatinya tenteram, dan dengan itu kembali ke Tanah Air membawa suasana hati yang tuma’nina; semangat yang kuat, dengan tekad yang bulat untuk memperbaiki diri dan umatnya.

Pribadi mabrur, menurut Menteri, ditandai sikap cinta dan solidaritas yang tinggi terhadap sesama, saling menghargai, dan toleransi terhadap perbedaan. "Ini sejalan dengan pesan Rasulullah dalam khotbah wada’ 14 abad silam, yang perlu dikedepankan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia," ujarnya.

Saudia Airlines Angkut 106 Ribu Jemaah Haji Indonesia 2024

Umat muslim, katanya, ditakdirkan hidup dalam lingkungan masyarakat majemuk: etnis, suku, bahasa, dan budaya, maupun paham keagamaan. Terhadap sesama manusia, perlu menumbuhkan solidaritas kemanusiaan (ukhuwah insaniyah).

Terhadap sesama muslim, Lukman menjelaskan, perlu dikembangkan persaudaraan keislaman (ukhuwah Islamiyah), dan terhadap sesama bangsa dirajut persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah). Pengejawantahan dari ketiga nilai itu adalah bentuk kemabruran sosial yang perlu dipelopori para hujjaj di Tanah Air nanti.

"Dengan spirit persaudaraan, merajut kebersamaan yang akan membawa kita mampu mengembangkan kerja sama dalam membangun kehidupan bersama yang maju dan berkeadaban," kata Menteri.

Di era digital seperti sekarang, haji memiliki makna lebih mendalam, yakni sebuah jalan kembali dari keterasingan diri ketika terlena berkutat dengan teknologi komunikasi informasi.

Haji, katanya, ibarat memasang (install) ulang terhadap segala program yang memengaruhi gerak tubuh dan perjalanan hidup. Waktu berhaji adalah masa service atau perbaikan diri agar kembali berfungsi sesuai tujuan hidup setiap insani, yaitu beribadah dengan segala bentuknya sepenuh hati.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya