Klaim Wiranto dan Curhat Warga Perbatasan

Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto.
Sumber :
  • Moh. Nadlir/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto mengklaim, pembangunan di daerah perbatasan sudah dijalankan dengan baik. Pemerataan pembangunan sudah dilakukan Badan Negara Pengelola Perbatasan (BNPP).

Jokowi Jajal Jalur Perbatasan RI-Malaysia dengan Moge

“Mendagri dan kita sudah melakukan satu rencana terpadu namanya Gerbang Dutas atau gerakan pembangunan terpadu daerah perbatasan," kata Wiranto di DPR, Jakarta, Rabu, 14 September 2016.

Dalam menjalankan program Gerbang Dutas tersebut, ia menjelaskan sudah direncanakan, dikoordinasikan, dan dimonitor di bawah kementeriannya. Misalnya selama satu setengah bulan ini ia sudah ketiga daerah perbatasan memantau program tersebut.

Strategisnya Makogabwilhan I, Krisis di Perbatasan Cepat Ditangani

"Alor perbatasan dengan Australia di bagian paling selatan, Sekau perbatasan dengan Papua Nugini, dan Sebatik perbatasan Malaysia. Untuk melihat apakah program Gerbang Dutas yang dilaksanakan kementerian secara terpadu sudah dilaksanakan. Ternyata sudah," kata Wiranto.

Curhat Warga Perbatasan Malaysia

Dubes Rusdi Mau Bangun Kawasan Industri di Entikong

Sementara, hari ini, masyarakat dari 21 desa di daerah perbatasan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, meminta pemerintah segera mewujudkan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Bumi Dayak Perbatasan (Kabudaya). Permintaan pemekaran Kabupaten Nunukan ini disampaikan ke Komisi II DPR.

Menurut Kepala Desa Sumantipal, Busiau, pemekaran ini adalah permintaan agar pemerintah menyelamatkan mereka. Pasalnya, selama ini mereka kerap mendapat bantuan-bantuan dari Malaysia. Selain itu, banyak iming-iming dari  Malaysia.

“Memberikan banyak sekali bantuan. Tapi sejauh ini masih kami tolak. Karena kami masih cinta NKRI," kata Busiau ketika ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 14 September 2016.

Iming-iming itu berupa identitas ganda, bantuan untuk anak sekolah, bantuan kesehatan dan lain sebagainya. Namun bantuan itu mereka tolak lantaran takut merasa berhutang budi pada Malaysia.

"Karena nanti akan ada efek dimana kami merasa berhutang budi (ke Malaysia) di sana. Tolong bantu kami, selamatkan kami. Lewat DOB ini kemungkinan kami bisa diselamatkan," ujarnya meminta.

Busiau menjelaskan, kondisi 21 desa itu sangat memprihatinkan. Selain akses jalanan yang menyedihkan, layanan listrik pun tidak ada. "Pasokan listrik nggak ada, kita di sana pakai lampu templok. Jalan apa lagi, lewat sungai kita. Mana ada (bantuan pemerintah). Yang sampai cuma bu Hetifah (Sjaifudian, Komisi II DPR) doang," kata Busiau.

Busiau mengakui ada bantuan dana desa yang diberikan untuk daerahnya. Namun kata dia, hanya sedikit yang benar-benar tersalurkan, termasuk dari dana desa. Dari Rp1,4 miliar, menurutnya baru 30 persen yang diterimanya.

Busiau juga mengungkapkan, dari desanya menuju pusat Kabupaten Nunukan bisa memakan waktu selama dua hari. Perjalanan lewat sungai menggunakan perahu yang hanya menampung enam orang saja. Ironisnya, perjalanan dari tempatnya ke daerah Pegalungan, Sabah, Malaysia, hanya menempuh waktu selama 15 menit melaui jalan darat.

"Dari tempat saya ke Ibukota Nunukan makan waktu 2 hari. Pertama kita naik semacam sampan, cuma penumpangnya paling banyak 6 orang. Setelah itu di ibukota kecamatan, naik mobil lagi 3 jam. Ke Kecamatan Lumbise. Setelah itu naik speed boat lagi 3 jam sampai ke ibukota. Kalau ke Malaysia 15 menit sampai," katanya.

(mus)

 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya