Ambang Racun Batu Bara di Indonesia 7 Kali Lebih Berbahaya

Ilustrasi/Pekerja tambang batu bara
Sumber :
  • China Daily/REUTERS

VIVA.co.id – Pemerintah Indonesia dinilai perlu memperkuat kebijakan regulasi emisi dalam negeri. Saat ini, batas emisi yang masih diterapkan sudah jauh di bawah standar badan kesehatan dunia (WHO).

8 Negara Tak Ramah Lingkungan, Peringkat Indonesia Menyita Perhatian

Salah satunya adalah penggunaan energi batu bara di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Indonesia dinilai sudah jauh sangat tertinggal di banding negara lain seperti India dan Tiongkok. "Pemerintah perlu memperkuat regulasi emisi," kata Media Officer Greenpeace Indonesia, Rahma Sofiana, Jumat 16 September 2016.

Sofiana pun membandingkan dengan Indonesia dengan India. Di negara itu, mutu emisi batu bara sangat rendah. Misalnya untuk sulfur dioksida (S02). Diwajibkan hanya boleh berada di angka 100mg/nm3.

Pembiayaan BRI Pada Sektor Renewable Energy Tumbuh 19.1 Persen

Jumlah berbeda justru terjadi di Indonesia, dimana angka batas emisinya mencapai 750 mg/nm3. Lalu untuk merkuri, jika di India berada di angka 0.03 mg/nm3, di Indonesia justru hal itu belum diatur.

"Untuk sulfur dioksida di Indonesia itu tujuh kali lebih berbahaya dari India," kata Sofiana.

Luhut Sebut Butuh US$8,58 Miliar untuk Pensiunkan PLTU

India, lanjut Sofiana, baru-baru ini juga telah meninggalkan penggunaan batu bara sebagai sumber energi mereka. Sebagai alternatif, negara ini pun menggunakan sumber listrik dari tenaga surya.

"Mereka menghentikan impor batu bara dan mulai mengembangkan tenaga surya 12 ribu MW tahun ini," katanya yang juga menyebut Myanmar dan Uruguay yang sudah menargetkan penggunaan energi terbarukan hingga 90 persen.

Sofiana tak menampik jika teknologi energi terbarukan masih sangat mahal di Indonesia. Bahkan beberapa pihak masih pesimistis hal itu bisa dikembangkan di Indonesia. Atas itu ia menyarankan agar bisa disiasati lewat hal lain yang masih memungkinkan.

"Coba dibuat kebijakan yang lebih ramah terhadap investor ramah lingkungan, misalnya pajak insentifnya direndahkan. Singapura punya kebijakan untuk mengajukan kredit ke bank. Kalau kelebihan kapasitas daya bisa dijual ke pemerintah," ujarnya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya