Cyber Bullying Masuk Revisi UU ITE, Ancam Kebebasan Ekspresi

naskah revisi UU ITE hilang
Sumber :
  • Twitter/@suratedaran

VIVA.co.id – Pemerintah dan Komisi I DPR telah sepakat dalam Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang sudah dibahas, akan mengadopsi pengaturan mengenai cyber bullying (perundungan di dunia maya).  

Sinema Sebagai Media Edukasi, Para Guru Diajak Nonton Bareng Film Budi Pekerti

Rumusan tindak pidana cyber bullying ini masih dalam proses di Panja. Rencananya cyber bulying atau menakut-nakuti dengan informasi elektronik ini, akan dimasukkan ke dalam rumusan Pasal 29  Revisi UU ITE.

Merespons hal tersebut, Institute for Criminal Justice reform (ICJR) menyatakan sangat prihatin dengan hasil Revisi UU ITE ini. ICJR memandang, secara umum, revisi ini saja belum menyelesaikan  problem Pasal 27 ayat (3) tentang penghinaan di dunia maya, malah pemerintah dan Panja Komisi I DPR justru menambahkan masalah yang lebih pelik lagi dalam UU ITE.

Lupa Etika di Media Sosial

Pasal 29 UU ITE telah memuat ketentuan tentang pengiriman pesan elektronik berisi 'ancaman' atau upaya 'menakut-nakuti'. Pasal ini memuat ketentuan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi. 

Ancaman hukuman atas pelanggaran pasal itu adalah hukuman pidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar, sesuai Pasal 45 ayat 3. Aksi merusak atau merundung di dunia siber (cyber bullying) ini akan disisipkan pada Pasal 29 tersebut.

Survei: Etika Digital Masyarakat Indonesia Masih Kurang

"ICJR melihat kebijakan kriminalisasi yang memasukkan cyber bullying ini juga berpotensi menimbulkan over-kriminalisasi. Tampaknya semua masalah yang ada di dunia maya melulu akan diselesaikan dengan cara  penggunaan hukuman pidana, dengan ancaman penjara yang berat," tegas Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono.

ICJR memandang, memang ada persoalan di  dalam dunia maya terkait perundungan. Namun seperti apa cara merumuskan tindak pidananya dalam pasal 29 UU ITE ini justru yang akan  menjadi masalah serius. 

"Karena di dunia nyata saja, banyak ahli  pidana dan negara-negara lain  mengalami kesulitan dalam merumuskan pengertian perundungan," kata dia.

Supriyadi mengatakan, revisi UU ITE justru melompat jauh, soalnya sampai saat ini Indonesia belum memiliki  definisi hukum yang baku mengenai perundungan di dunia nyata. Sementara, revisi UU ITE malah memaksa memberikan pengertian baku mengenai perundungan di dunia maya.

Mengingat tidak ada definisi yang baku mengenai perundungan (tradisional bullying), maka ICJR mengawatirkan rumusan yang akan digunakan bersifat lentur dan banyak menimbulkan penafsiran (multi purpose act). 

Dengan kondisi demikian, maka tindak pidana ini berpotensi besar disalahgunakan dalam penegakannya. Dengan demikian, ICJR mengatakan maka terbukalah celah pemberangusan kebebasan ekspresi di dunia maya. 

"Dengan masuknya tindak pidana baru ini disertai ketentuan Pasal 27 ayat (3) tentang defamasi dunia maya ini, maka jelaslah bahwa Revisi UU ITE ke depan, masih berpotensi mengancam kebebasan ekspresi di Indonesia," jelas dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya