Komnas HAM Laporkan Perkembangan di Indonesia ke PBB

Suasana kantor Komnas HAM. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh. Nadlir

VIVA.co.id – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah menyampaikan ulasan mengenai gambaran umum kondisi HAM di Indonesia kepada Dewan HAM PBB. Mekanisme pelaporan ini dikenal sebagai Universal Periodic Review. Mekanisme UPR ini rutin dilakukan PBB untuk mempelajari kondisi HAM,di 193 negara anggota.

Demo Sempat Ricuh, Mobil Komando Buruh Ditabrakan ke Kawat Berduri

Penanggungjawab penyusunan laporan UPR dari Komnas HAM, Sandryati Moniaga, menjelaskan laporan yang disajikan Indonesia terbagi menjadi dua.

"Pertama terkait review pelaksanaan HAM dari tahun 2012. Kedua, terkait isu baru mengenai HAM di Indonesia," kata Sandra di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Jumat, 14 Oktober 2016.

Kapolri Gelar Lomba Orasi Gara-gara Indeks Demokrasi RI Melorot

Pada laporan di 2012, Komnas HAM fokus mengenai isu kebebasan beragama, perlindungan buruh migran, dan pertanggungjawaban perusahaan untuk menghormati hak asasi manusia.

"Ketiga isu topik tersebut dielaborasi lebih dalam dengan menelaah dua hal. Pertama, aspek legalitas terkait perlindungan HAM. Kedua, pencapaian best practices tantangan dan hambatan pelaksanaannya," ungkap Sandra.

Sejumlah Legislator Papua Masih Keberatan UU Otsus, Ini Sebabnya

Dalam hal ini, Komnas HAM mengulas 18 isu. Diantaranya mengenai kebebasan berekspresi, hak untuk hidup, perlakuan dan penghukuman yang mengandung penyiksaan, perlakuan kejam dan tidak manusiawi lainnya, memerangi impunitas, kebebasan beragama dan keyakinan, serta penolakan hukuman hingga persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender.

"Sementara kelompok penyandang hak yang menjadi fokus laporan Komnas HAM dalam kaitan dengan pemenuhan hak-hak asasinya adalah masyarakat adat, penyandang disabilitas, dan pembela HAM," ujarnya.

Pada materi laporannya, Komnas HAM juga menyampaikan mengenai pentingnya pemerintah Indonesia agar segera meratifikasi Optional Protocol to the Convention against Torture, Statuta Roma, The International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance, Konvensi pengungsi 1951, serta Optional Protocol to the Convention on the Rights of Persons.

"Untuk instrumen nasional, Komnas HAM telah merekomendasikan agar revisi Undang-Undang KUHP hanya mengatur tindak pidana umum. Dan revisi Undang-Undang Terorisme harus tegas memasukkan prinsip HAM, menghapus hukuman mati di semua perundang-undangan, dan melakukan eksaminasi terhadap semua putusan mati di Mahkamah Agung," paparnya.

Selain itu, Komnas HAM melaporkan masalah penggusuran di Indonesia. "Kita tidak hanya terpaku pada kasus di Jakarta terkait penggusuran, Ini terjadi di banyak daerah. Mulai penggusuran warga, petani hingga penggusuran perumahan TNI oleh TNI sendiri," katanya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya