Isu SARA Bikin Publik Lupa Kritik Kinerja Gubernur
- Antara/ Reno Esnir
VIVA.co.id – Budayawan Romo Benny Susetyo mengatakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) paling laku jika dijual dalam ajang pemilihan kepada daerah (Pilkada) untuk mendulang sekaligus menggerogoti suara pasangan calon peserta pemilihan.
"Orang politik malas kalau ngomong program, kebijakan, paling gampang ya jualan agama (SARA), karena tak pakai mikir," ujar Benny, Jumat, 14 Oktober 2016.
Sebab, menurutnya, meyakinkan masyarakat dengan isu SARA mudah dan murah. "Meyakinkan publik mudah dengan agama, paling murah, menyentuh. Makanya isu agama kerap dipolitisasi," katanya.
Seharusnya, kata Benny, gagasan akan program dan kebijakan yang semestinya diadu di pilkada. "Harusnya kan akses politik itu ada gagasan di ruang publik, meyakinkan orang dia pantas dipilih atau tidak. Agama kan tak melihat pantas atau tidak," ujarnya.
Dengan persaingan menawarkan gagasan itu, rakyat pun akan tercerdaskan dengan pilihan-pilihan yang ditawarkan. "Politik itu adu cara berikan solusi kepada masyarakat," ujar Benny.
Jika isu SARA yang terus dijual, menurut dia, justru akan membuat publik lupa untuk mengkritik kinerja petahana selama memimpin suatu daerah. Contohnya, kritik terhadap kebijakan petahana, visi misi dan program kerja yang akan diusung jika terpilih kembali.
"Isu SARA tersebut akan mengalihkan hal lain yang jauh lebih penting. Misal penggusuran, efektivitas penyerapan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah), banjir, habis diisi dengan SARA," ujar Benny.
Benny khawatir, jika isu SARA terus diembuskan untuk meraih suara dalam Pilkada, masyarakat akan jadi tidak tercerdaskan. "Dalam ruang publik, komunikasi seharusnya dua arah. Masyarakat menjadi komunikatif dan ada pertukaran gagasan. Kampanye hitam, SARA, komunikasinya hanya satu arah," kata Benny. (ase)