Imparsial: Dua Tahun Jokowi-JK, Penegakan HAM Stagnan

Imparsial menyoroti isu penegakkan HAM di dua tahun pemerintahan Jokowi
Sumber :
  • VIVA/Raudhatul Zannah

VIVA.co.id – Dua tahun pemerintahan Jokowi-JK dinilai belum sepenuhnya memprioritaskan perbaikan kondisi hak asasi manusia (HAM) dan reformasi sektor keamanan. Selama ini, penegakan HAM di era Jokowi-JK belum menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Demo Sempat Ricuh, Mobil Komando Buruh Ditabrakan ke Kawat Berduri

"Selama dua tahun pemerintahan Jokowi-JK ini (soal penegakkan HAM dan reformasi sektor keamanan) belum menunjukkan kemajuan yang berarti," kata Direktur Imparsial Al Araf di kantornya di kawasan Tebet Utara, Jakarta, Rabu, 19 Oktober 2016.

Menurutnya, sejumlah agenda penting menyangkut HAM dan keamanan ini masih terbengkalai dan belum dijalankan. "Ada beberapa program memang yang sudah dijalankan, namun tidak sedikit juga pekerjaan rumah yang ditinggalkan," kata Al Araf.

Kapolri Gelar Lomba Orasi Gara-gara Indeks Demokrasi RI Melorot

Ia menegaskan, isu penegakan HAM dan reformasi sektor keamanan merupakan isu yang sangat serius. Apalagi, dua isu tersebut tertuang dalam Nawacita dan telah didengungkan oleh Presiden Joko Widodo pada masa kampanye lalu.

"Namun, implementasi dari itu yang merupakan bagian penting dari demokrasi belum berjalan tanpa progres dan cenderung mengalami stagnasi, bahkan kemunduran," tegasnya.

Sejumlah Legislator Papua Masih Keberatan UU Otsus, Ini Sebabnya

Imparsial menyoroti beberapa kasus terkait penegakan HAM di Indonesia yang belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Di antaranya, penyelesaian kasus pembunuhan aktivis HAM, Munir, yang dibunuh dengan cara diracun pada 7 September 2004 di atas pesawat Garuda Indonesia.

Menurut Al Araf, hingga kini pembunuhan itu masih menyisakan pertanyaan. Sejumlah kejanggalan belum terungkap dan otak di balik pembunuhan masih berkeliaran bebas.

"Kasus itu merupakan salah satu agenda penting dalam penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa reformasi. Namun, telah 12 tahun ini kasus belum kunjung tuntas, dan justru memperlihatkan rendahnya komitmen pemerintah dalam penegakan hukum HAM di Indonesia," kata dia.

Padahal, berdasarkan hasil penyelidikan yang dilakukan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir, diduga kuat melibatkan oknum Badan Intelijen Negara (BIN). Namun, hasil itu hingga kini tak kunjung dibuka dan diungkapkan ke publik. Harusnya, informasi TPF bisa menjadi pintu awal untuk membuka dan mengungkap kasus tersebut.

"Hasil penyelidikan TPF itu sangat penting sejatinya, karena mengindikasi adanya sejumlah kejanggalan dan sekaligus juga dugaan kuat bahwa pembunuhan itu diduga melibatkan pelaku lapangan dan dalang pembunuhan dalam institusi lembaga intelijen negara," kata Al Araf

Selain itu, di sektor reformasi keamanan yang menurutnya juga belum selesai dan masih terbengkalai. Indikasinya adalah belum terbentuknya Dewan Pertahanan Nasional. Padahal, Dewan Pertahanan Nasional ini sebagai dewan yang bisa memberikan nasihat kepada Presiden dalam aspek isu pertahanan.

"Padahal juga, mengacu ke UU Pertahanan nomor 2 tahun 2002 di mana pemerintah diwajibkan membentuk Dewan Pertahanan Nasional tersebut," ucapnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya