Kasus Penyiksaan oleh Aparat Penegak Hukum Meningkat

Aktivis Kontras Arif Nurfikri memegang foto korban kekerasa aparat
Sumber :
  • VIVA/Diza

VIVA.co.id – Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat praktik-praktik penyiksaan yang diduga dilakukan aparat penegak hukum semakin meningkat. Dalam beberapa bulan terakhir saja, sudah ada enam pengaduan terkait kasus penyiksaan tersebut.

Sebar Foto Tersangka Teroris Disiksa, Putin Beri Pesan Jangan Main-main dengan Rusia

"KontraS mencatat enam pengaduan terkait kasus penyiksaan terhadap tahanan yang didugaan dilakukan oleh aparat penegak hukum dan terjadi di sel-sel tahanan kepolisian, BNN, maupun Lapas. Sampai saat ini, kasus penyiksaan itu masih terjadi dan bahkan terus meningkat," ujar Kadiv Advokasi HAM, Arif Nurfikri, di kantor KontraS, di kawasan Senen, Jakarta, 13 Maret 2017.

Dalam dua bulan terakhir, Arif membeberkan enam kasus kematian, yang hanya mencapai laporan, namun tidak ditindaklanjuti. Salah satunya, kasus kematian seorang tahanan di Polres Sigi, Sulawesi Tengah pada 26 Februari 2017 kemarin.

8 Oknum Prajurit TNI Ditahan Buntut Kasus Penyiksaan Warga Papua

"Terkait meninggalnya Almarhum Sutrisno, pihak keluarga telah melaporkan peristiwa tersebut ke Reskrim Polda Sulawesi Tenggara, namun hingga saat ini pihak Polda baru melakukan proses pemeriksaan terhadap delapan anggota Polres Sigi melalui meanisme Kode Etik," ujar Arif menambahkan.

Proses yang lama dan cenderung ditunda-tunda, membuat kasusnya dianggap sepele. Bahkan, Arif menegaskan, penyelidikan pada kasus tersebut terlalu lama dan bertele-tele.

Viral Aksi Penyiksaan Warga Sipil Papua oleh Oknum TNI, Tubuh Korban Dipukul dan Diiris

"Pengumpulan alat bukti dan proses penyidikan sangat minim evaluasi. Sedikitnya koreksi terhadap proses penyidikan perkara juga terjadi di institusi penegak hukum," kata dia.

Dengan begitu, KontraS menilai kasus penyiksaan yang diduga dilakukan oleh aparat penegak hukum itu minim transparansi di depan publik. "Terlihat dari nama tersangka yang tidak dicatutkan. Salah satu faktornya yaitu keengganan aparat penegak hukum untuk menghukum para pelaku yang notabene aparat penegak hukum juga," ujar Arif.

Transparansi dalam bentuk sanksi, juga masih minim. Dituturkan Arif, banyak kasus yang ditanggapi dengan sanksi yang tidak sepadan.

"Masih banyak pelaku penyiksaan hanya dihukum 2-4 tahun penjara dengan alasan pertimbangan bahwa aparat kepolisian wajar melakukan hal penyiksaan. Padahal melalui UUD dan internal kepolisian, penegasan pelaku penyiksaan itu ada," lanjut Arif.

Untuk itu, KontraS menegaskan pihak aparat hukum untuk mengambil langkah tegas pada kasus penyiksaan terhadap korban pidana. Selain itu, evaluasi terkait tempat penahanan agar dilengkapi dengan infrasturktur yang mencegah terjadinya penyiksaan.

"Banyak kasus penyiksaan yang dilakukan terang-terangan di sel tahanan. Untuk itu, kami meminta agar infrasturkturnya bisa dilengkapi agar mencegah terjadinya penyiksaan dan pemberian pemahaman pada petugas tempat penahanan," ucapnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya