KPK Akan Ungkap Keterlibatan Kepala Bakamla di Kasus Suap

Kepala Bakamla Laksamana Madya TNI Arie Soedewo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan membuktikan adanya keterlibatan Kepala Bakamla Arie Soedewo dalam kasus suap pengadaan monitoring satelit.

Bos PT CMIT Divonis 5 Tahun Bui dan Uang Pengganti Rp15 Miliar

Sebab, dalam surat dakwaan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Ditur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah serta dua pegawainya, M Adami Okta dan Hardy Stefanus, disebutkan bahwa Arie turut membahas dan meminta fee sebesar 7,5 persen dari nilai proyek satelit monitor sebesar Rp222,4 miliar.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, pihaknya akan mengungkap dan membeberkan setiap informasi yang ada dalam dakwaan tersebut. Termasuk keterlibatan Arie yang berasal dari TNI Angkatan Laut dan berpangkat Laksmada Madya. Apalagi, tekan Febri, semua isi materi dakwaan berasal dari hasil penyidikan KPK yang sudah dikuatkan lagi dengan bukti-bukti.  

Terpidana Kasus Suap Anggaran Bakamla Dijebloskan ke Lapas Cipinang

"Jadi nanti kami akan ungkap satu persatu informasi yang ada. Di dalam dakwaan juga kami sudah sampaikan bahwa ada pihak lainnya yang diduga terlibat termasuk pihak lain yang ada di dalam domain kewenangan peradilan militer," kata Febri di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, 13 Maret 2017.

Namun, karena dari unsur militer, proses hukum terhadap Arie akan dilakukan dikoordinasikan dengan Pusat Polisi Militer TNI. Untuk itu, Febri mengatakan, koordinasi yang dilakukan pihaknya bersama Puspom lebih diintensifkan supaya kasus ini dapat dituntaskan.

Korupsi Proyek Bakamla, Dirut PT CMIT Dituntut 7 Tahun Penjara

"Tentu koordinasi-koordinasi akan kami lakukan lebih intensif dengan pihak Pom TNI agar penanganan kasus ini bisa dituntaskan. Selain memang KPK juga tentu punya target kinerja untuk lebih maksimal," ujar Febri.

Dalam dakwaan jaksa KPK kepada Fahmi yang merupakan suami artis Inneke Koesherawati, terungkap bahwa awal mula keikutsertaan perusahaan milik Fahmi yakni Merial Esa dan PT Melati Technofo ?dalam proyek satelit monitor di Bakamla karena didatangi Politikus PDIP, Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi dan Kepala Bakamla Arie Soedewo di Kantor Merial Esa di Jalan Imam Bonjol, Jakarta.

Dalam pertemuan itu, Ali menawarkan kepada Fahmi untuk main proyek di Bakamla. Namun, Fahmi diminta mengikuti arahan Ali dan bersedia memberikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Selanjutnya, Ali Fahmi mengatakan kepada Fahmi bahwa anggaran telah disetujui sebesar Rp400 miliar. Untuk itu, Ali Fahmi meminta pembayaran fee di muka sebesar 6 persen dari nilai anggaran.

Menindaklanjuti itu, Adami Okta yang merupakan anak buah Fahmi kemudian menyerahkan uang Rp24 miliar kepada Ali Fahmi. Selanjutnya, Fahmi mengikuti proses lelang proyek monitoring satelit dan drone di Bakamla.

Fahmi diberitahu oleh Ali Fahmi, pengadaan monitoring satelit akan dilaksanakan PT Melati Technofo, sementara pengadaan drone akan dilakukan PT Merial Esa.

Kemudian, sekitar bulan Oktober 2016, di ruangan Kepala Bakamla, Arie Soedewo dan Eko Susilo Hadi membahas jatah 7,5 persen untuk Bakamla. Ari Soedewo kemudian meminta agar fee sebesar 2 persen dibayarkan lebih dulu.

"Setelah itu Adami Okta janji akan memberikan sebesar 2 persen terlebih dulu," kata jaksa KPK paparkan dakwaan.

Setelah beberapa kali pertemuan, Fahmi melalui dua anak  buahnya menindaklanjuti permintaan Kepala Bakamla dan Eko Susilo Hadi.

Dalam surat dakwaan, total uang suap yang diberikan oleh Fahmi secara bertahap sebesar SGD 309.500, US$88.500, 10.000 Euro dan Rp120 juta.

Dalam beberapa kesempatan, Kepala Bakamla Ari Soedewo saat disinggung masalah ini, mengaku tidak tahu dan membantah terlibat kasus suap tersebut. Arie mengaku sudah pernah memberikan klarifikasi atas tuduhan ini saat diperiksa KPK di Markas Puspom TNI.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya