Banyak Aset Pemkot Mau Lepas, Risma Mengadu ke KPK

Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.
Sumber :
  • Januar Adi

VIVA.co.id – Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, 20 Maret 2017. Dia membicarakan masalah beberapa aset Pemerintah Kota Surabaya.

Tak Henti Bantu Rakyat, Senator Jawa Timur: Mensos Berjiwa Negarawan

"Saya ke KPK bicara soal aset Pemerintah Kota Surabaya karena banyak yang mau lepas (dikuasai pihak lain). Saya berusaha mempertahankan aset itu," kata Risma, sapaan akrab Tri Rismaharini, di kantor KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.  

"Ada tujuh yang tadi saya laporkan, nanti kemungkinan ada tambahan lagi. Kami akan buat pengaduan resmi. Termasuk kerja sama yang dulu dibuat karena merugi terus, kami ingin berhenti tidak bisa," Risma menambahkan.

Waspada La Nina, Mensos Risma Minta Cek Daerah Rawan Bencana

Risma dan rombongan diterima oleh Deputi bidang Pencegahan, Koordinasi Supervisi, dan Pengaduan Masyarakat KPK. 

Sejumlah aset yang dilaporkan Risma, di antaranya Glora Pancasila, waduk di Kecamatan Wiyung Surabaya, tanah serta bangunan kantor PDAM Surya Sembada di Jalan Prof Dr Moestopo, sebuah aset di Jalan Basuki Rahmat. 

Kunjungi NTB, Mensos Salurkan Bantuan dan Berdayakan Kelompok Marjinal

"Tanggapan dari KPK, ada beberapa yang bisa ditangani langsung tapi ada beberapa yang memang harus dibuat surat pengaduan secara resmi," kata Risma.

Risma mengungkapkan, masalah-masalah ini telah lama terjadi dan terus berlarut-larut. Kini kasus ini masih berproses di pengadilan.

Risma mencurigai ada proses yang tidak seusai sehingga Pemerintah Kota Surabaya sering kalah di pengadilan. Karena itu dia minta pendampingan KPK. 

"Saya sebelumnya sudah ke Kejagung, sekarang ke KPK. Saya ingin aset ini tetap dipertahankan pemkot, terlebih seluruh aset ada di tengah kota," kata Risma. 

Diketahui, soal aset waduk di Kecamatan Wiyung Surabaya milik pemkot digugat oleh warga bernama Dulali, Ketua Tim Pelepasan Waduk Persil 39. Gugatan Dulali terhadap kepemilikan waduk seluas 10 ribu meter persegi itu diterima oleh Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur, tapi kemudian ditolak di tingkat kasasi. 

Dulali lantas mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dengan dasar novum kekeliruan yang nyata dari pertimbangan hakim. Permohonan PK itu dikabulkan Mahkamah Agung. 

Setelah mengantongi putusan PK tanggal 4 Agustus 2011, pada tanggal 27 Desember 2011 Dulali ajukan permohonan eksekusi ke Pengadilan Negeri Surabaya. 

Tidak tinggal diam, Pemkot Surabaya mengajukan PK ke PN Surabaya tapi ditolak. Pemkot Surabaya lantas mengirim surat tanggal 24 November 2014 perihal permohonan PK kepada Ketua Mahkamah Agung melalui Ketua PN Surabaya karena adanya bukti baru. Namun hingga saat ini, Pemkot Surabaya belum mendapatkan tanggapan dari Mahkamah Agung. 

Permasalahan makin bertambah karena waduk yang berstatus sengketa itu dijual Dulali ke pengembang.  (ase)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya