Kronologi Meninggalnya Patmi, Peserta Aksi Semen Kaki

Aksi mengecor kaki dengan adukan semen di depan kampus Institut Agama Islam Negeri Sultan Maulana Hasanudin, Kota Serang, Banten, pada Rabu, 29 Maret 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yandi Deslatama

VIVA.co.id - Patmi (48), salah satu petani dari pegunungan Kendeng, Jawa Tengah, yang ikut dalam aksi semen kaki meninggal dunia. Patmi diduga meninggal karena serangan jantung.

Tragedi Ibu Patmi dan Kisruh Pabrik Semen Rembang

Melalui siaran persnya yang diterima VIVA.co.id, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menjelaskan kronologis dari keikutsertaan Patmi dalam aksi hingga meninggal dunia.

Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menuturkan, sejak Senin, 13 Maret 2017, warga pedesaan di kawasan bentang alam karst Kendeng memulai aksi kolektif untuk memprotes pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menanggapi penolakan warga kawasan Kendeng terhadap rencana pendirian dan pengoperasian pabrik semen milik PT Semen Indonesia di Rembang dan semen lainnya di Pegunungan Kendeng.

Penyemen Kaki Meninggal, Istana: Jangan Ambil Risiko

"Termasuk dalam ketidakbecusan tersebut antara lain adalah pengambilan keputusan dan tindakan yang mempermainkan hukum, termasuk mengecilkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang membatalkan izin lingkungan, dan mengganggu usaha warga untuk mendapatkan keadilan atau membiarkan berlangsungnya gangguan dari pihak lain," kata Isnur.

Ia pun meyakinkan, sejak awal, seluruh peserta aksi semen kaki didampingi dan dimonitor selalu oleh tim dokter yang siaga di YLBHI dan di lokasi aksi.

Istana Minta Petani Rembang Hentikan Aksi Semen Kaki

"Aksi protes berlangsung setiap hari, dimulai dari siang sampai sore, dengan fasilitas sanitasi lapangan dan peneduh. Pada sore hari, peserta aksi pulang ke tempat beristirahat dan menginap di YLBHI Jalan Diponegoro Jakarta," ujarnya.

Ia melanjutkan, pada Kamis, 16 Maret 2017, datang menyusul kurang lebih 55 warga dari Kabupaten Pati dan Rembang bergabung melakukan aksi pengecoran kaki dengan semen.

"20 Orang dari yang datang memulai mengecor kaki di hari Kamis tersebut. Bu Patmi adalah salah satu dari yang mengecor kaki dengan kesadaran tanggung jawab penuh. Beliau datang sekeluarga, dengan kakak dan adiknya, dengan seizin suaminya," kata Isnur.

Pada Senin sore, 20 Maret 2017, ia menuturkan perwakilan warga diundang Kepala Kantor Staf Presiden, Teten Masduki untuk berdialog di dalam kantor KSP.

"Pada pokoknya, perwakilan menyatakan menolak skema penyelesaian konflik yang hendak digantungkan pada penerbitan hasil laporan KLHS yang sama tertutupnya dan bahkan sama sekali tidak menyertakan warga yang bersepakat menolak pendirian pabrik semen PT Semen Indonesia dan pabrik semen lainnya di Pegunungan Kendeng tersebut," ujarnya.

Senin 20 Maret 2017, pada malam hari, diputuskan untuk meneruskan aksi tetapi dengan mengubah cara. Sebagian besar warga akan pulang ke kampung halaman, sementara aksi akan terus dilakukan oleh 9 orang.

"Bu Patmi (48) adalah salah satu yang akan pulang sehingga cor kakinya dibuka semalam, dan persiapan untuk pulang di pagi hari," katanya.

Ia pun menjelaskan, Patmi sebelumnya dinyatakan sehat dan dalam keadaan baik oleh dokter. Namun, pada pukul 02.30 dini hari (Selasa, 21 Maret 2017) setelah mandi, almarhumah mengeluh badannya tidak nyaman, lalu mengalami kejang-kejang dan muntah.

"Dokter yang mendampingi dan bertugas segera membawa ibu Patmi ke RS St. Carolus Salemba. Menjelang sampai di RS, dokter mendapatkan bahwa ibu Patmi meninggal dunia. Pihak RS St. Carolus menyatakan bahwa ibu Patmi meninggal mendadak pada sekitar Pukul 02.55 dengan dugaan jantung. Innalillahi wa inna lillahi roji'un," katanya.

Selasa pagi, jenazah almarhumah Patmi dipulangkan ke desa Larangan, Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati untuk dimakamkan di desanya. Sebagian dari mereka yang melakukan aksi semen kaki juga langsung pulang menuju Kendeng.

"Kami segenap warga negara Republik Indonesia yang ikut menolak pendirian pabrik semen di Pegunungan Kendeng berduka atas kematian ibu Patmi dalam aksi protes penolakan di seberang Istana Presiden ini," ujarnya.

Ia juga ingin menegaskan kekecewaan yang mendalam terhadap tumpulnya kepekaan politik para pengurus negara, termasuk pengingkaran tanggung jawab untuk menjamin keselamatan warga negara dan keutuhan fungsi-fungsi ekologis dari bentang alam Pulau Jawa, khususnya kawasan bentang alam karst Kendeng.

"Sungguh ironis, bahwa di satu pihak pemerintah Republik Indonesia menggembar-gemborkan itikad dan tindakan untuk ikut menjadi resolusi sejati dari krisis perubahan iklim dan hilangnya keragaman hayati, menegakkan hukum, dan melakukan pembangunan dari pinggiran," katanya.

Menurutnya, kematian Patmi menjadi saksi bagi seluruh dunia, bahwa warga masyarakat Indonesia masih harus menyatakan sikapnya sendiri karena tidak adanya pembelaan sama sekali dari pengurus kantor-kantor pemerintah yang seharusnya mengurus nasib warga negara.

"Kami juga menyampaikan kepada kalangan berpendidikan tinggi, termasuk sebagian pengurus media massa, yang justru memilih peran sebagai juru sesat untuk mengaburkan duduk perkara masalah yang tengah dilawan oleh warga kawasan bentang alam karst Kendeng dalam upaya menjaga kelestarian alam Indonesia dan menegakan kemerdekaan Republik Indonesia," katanya.


Aksi penolakan pembangunan pabrik semen di Rembang, Jawa Tengah, menimbulkan korban jiwa. Seorang warga bernama Patmi meninggal dunia pada Selasa dini hari WIB. Lihat ceritanya di video ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya