Dewan Pers Minta AMSI Ikut Atur Pemberitaan Digital

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo (kanan), saat memberi sambutan dalam acara Deklarasi Asosiasi Media Siber Indonesia atau AMSI di Jakarta, 18 April 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id / Maryadie

VIVA.co.id – Deklarasi Asosiasi Media Siber Indonesia atau AMSI mendapat sambutan positif dari Dewan Pers. Asosiasi media digital itu diharapkan bisa berkontribusi menangkap derasnya informasi palsu atau hoax.

Dewan Pers Ungkap Banyak Terima Keluhan tentang Media dari Institusi Kementerian

Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengharapkan AMSI bisa berkontribusi dalam melahirkan aturan terkait pemberitaan pada platform digital. AMSI juga bisa menjadi pengawal lambatnya aturan hukum yang tercecer akibatnya cepatnya perkembangan inovasi digital. Dia menyontohkan pada beberapa waktu lalu, ada kekosongan aturan dalam siaran langsung persidangan.

"Saya berharap AMSI bisa lahirkan banyak aturan internal terkait dengan etik. Contoh kekosongan tahun lalu," ujar tokoh pers yang akrab disapa Stanley itu di Gedung Dewan Pers, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa 18 April 2017.

Sepanjang 2023 Dewan Pers Terima 813 Aduan Kasus Pers, 97,7% Telah Diselesaikan

Dia mengakui memang sidang Mahkamah Konstitusi telah membuka seluruh persidangan menjadi transparan. Namun ada beberapa sidang yang cukup pelik jika dibuka, misalnya saat sidang kasus mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, terkait dugaan asusila.

"Saat itu KPI teriak-teriak," ujar Stanley.

Soal Sengketa Pemberitaan, Dewan Pers Perintahkan Tempo Minta Maaf ke Bahlil

Selanjutnya ada problem siaran langsung persidangan kasus kopi sianida. Dengan disiarkan langsung, menurut Stanley, ada yang menganggap siaran itu menabrak aturan KUHAP pasal 157, yang mana mengatur agar saksi dan ahli tidak boleh saling mendengarkan.

Fenomena Sinetron

Stanley melanjutkan, jika tak ada aturan siaran langsung persidangan, maka akan melahirkan “fenomena sinetron” muncul di luar persidangan. Jika masyarakat pers tidak bisa mengatur atas hal-hal tersebut, maka pers berpotensi akan diatur oleh orang luar.

"Itu terjadi pada sidang Ahok dan e-KTP," kata dia.

Dalam kedua kasus tersebut, semua ketua majelis hakim yang memimpin perkara itu menyatakan sidang tertutup. Misalnya sidang Ahok dinyatakan tertutup setelah memasuki materi perkara, pers tidak bisa berbuat banyak sebab hal itu sudah diputuskan ketua majelis hakim.

Menurut Stanley, jika komunitas pers punya pedoman untuk hal-hal urgen tersebut, maka pers tak perlu bingung saat meliput.

"Kalau ada pedoman, Dewan Pers bisa bicara dengan MA, persidangan mana yang bisa disiarkan langsung. Selama ini hanya ketua majelis hakim (yang bisa putuskan) dan bisa berbeda (untuk beberapa kasus)," ujar dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya