Tembak Mati Begal Lampung, Polisi Dinilai Melanggar HAM

Keluarga korban terduga begal motor yang ditembak mati polisi mengadu kepada LBH Bandar Lampung pada Selasa malam, 18 April 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ardian

VIVA.co.id - Kasus polisi menembak mati lima orang yang diduga pelaku begal sepeda motor di Bandar Lampung berbuntut panjang. Kasus itu kian disorot karena para polisi yang menembak mati mereka berpose dengan para jenazah, lalu fotonya menyebar di media sosial.

Kisah 3 Korban Begal Jadi Tersangka, Ada yang Bela Kehormatan Pacar

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung telah menginvestigasi kasus itu. Mereka menyimpulkan ada indikasi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terkategori berat yang dilakukan polisi. Soalnya para korban belum terbukti bertindak kriminal tetapi sudah ditembak mati. Beberapa di antara korban bahkan masih di bawah umur.

"Hal ini pelanggaran HAM, dan tidak bisa dibiarkan," kata Direktur LBH Bandar Lampung, Alian Setiadi, saat menerima keluarga para korban Selasa malam.

Bunuh Begal untuk Bela Diri, DI Sujud Minta Maaf ke Ibu

Alian tak memungkiri bahwa kampung para korban, yakni Jabung di Lampung Timur, memang dikenal sebagai kampung begal. Tapi tentu tak semua orang di kampung itu adalah penjahat atau begal.

Sayangnya, kata Alian, polisi menggebyah-uyah semua warga di kampung itu adalah begal. Aparat pun menerapkan tindakan seperti tembak di tempat kepada setiap yang dicurigai begal.

Pelajar Malang Pembunuh Begal Bakal Dibina Lembaga Layaknya Pesantren

Tiada catatan kriminal

LBH Bandar Lampung membeberkan hasil investigasi mereka atas kasus itu, di antaranya, berdasarkan keterangan keluarga serta foto jenazah. Ditemukan luka yang dianggap tak wajar pada sebagian besar jenazah, misal, beberapa luka tembak di dada dan bagian tubuh lain serta patah tulang leher.

Bahkan, ditemukan tujuh dan sembilan luka tembak pada dua jenazah, yaitu berinisial Is (18 tahun) dan He (18 tahun). "(korban) He paling banyak mengalami luka tembakan dengan sembilan tembakan yang bersarang di dada, perut, kedua lengan serta jari kelingking nyaris putus," kata Kodir Ubaidilah, Ketua Tim Investigasi LBH Bandar Lampung.

Temuan lain berdasarkan investigasi itu, kata Kodir, tak satu pun di antara para korban memiliki catatan kriminal. "Apalagi sampai mereka (pelaku) disebut residivis, tidak ada," katanya. Para korban bahkan tak memiliki catatan kenakalan berdasarkan keterangan asal sekolah mereka. "Bahkan dari mereka ini ada yang menjadi pengurus aktif di organisasi sekolah."

Lapor Komnas HAM

LBH Bandar Lampung berencana melaporkan kasus itu kepada Komnas HAM dan Komnas Perlindungan Anak. Soalnya berdasarkan hasil investigasi, jelas semacam serangan meluas dan sistematis kepada penduduk sipil, terutama kepada mereka yang dicurigai sebagai begal.

Menurut Alian Setiadi, itu melanggar Pasal 58 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Anak, katanya, berhak mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik. Selain itu berhak tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan, dan penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

"Dalam penggunaan senjata api, petugas harus menaati peraturan yang berlaku seperti yang telah tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian," kata Alian.

Dalam Pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 disebutkan bahwa penggunaan senjata api hanya boleh apabila benar-benar diperuntukkan melindungi nyawa manusia. Senjata api petugas hanya digunakan saat menghadapi keadaan luar biasa membela diri atau orang lain.

Alian mendesak Polda Lampung dan Mabes Polri mengadili prajurit Polresta Bandar Lampung yang menembak mati lima orang yang dicurigai begal itu.

"Kami akan melaporkan pelanggaran HAM berat ini ke Komnas HAM dan Komnas Perlindungan Anak. Karena pelanggaran HAM ini adalah perkara serius yang harus segera ditangani," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya