KPU Tak Terima Disebut Mendagri Anggaran Pilkada Boros

Ketua KPU Arief Budiman.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fanny Octavianus

VIVA.co.id - Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyebut pelaksanaan pilkada serentak ternyata tidak menjawab rencana efisiensi anggaran. Apalagi, Komisi Pemilihan Umum mengajukan anggaran Rp11,3 triliun untuk pilkada serentak pada 2018.

Keyakinan Gerindra Usai PDIP Layangkan Gugatan ke PTUN Terkait Hasil Pilpres 2024

Ketua KPU, Arief Budiman, tak terima dengan penilaian Menteri Tjahjo. Seyogianya juga pemerintah memberikan catatan, kalau menganggap anggaran itu terlalu besar.

"Pemerintah kalau mau bilang boros, harus dikasih catatannya. Kalau ada pihak lain yang menilai ini terlalu besar, tentu kami berterima kasih. Tetapi, mohon bisa ditunjukkan pada bagian mana yang itu harus dikoreksi," kata Arief di Jakarta, Kamis 27 April 2017.

Saksi Ahli di MK Sebut Sirekap Tak Bisa Dipakai Untuk Ubah Suara Pilpres 2024

Arief mengatakan, catatan itu penting, agar KPU bisa mengoreksi. Menurutnya, perhitungan KPU pusat yang diajukan kepada pemerintah adalah hasil akumulasi pengajuan KPU di daerah dan telah melalui tahapan panjang.

"Daerah mengajukan anggaran itu, bukan dengan pertimbangan yang mudah, contoh kecil saja: biaya dari kecamatan ke kabupaten/kota, kalau DKI naik motor (atau) taksi bisa. Tapi kalau Papua, dari kecamatan ke kabupaten itu harus naik helikopter. Berapa puluh kali lipat anggarannya," ujar Arief.

KPU Pastikan Sengketa Pilpres 2024 di MK Tak Ganggu Pilkada Serentak 2024

Mengenai besarnya anggaran pilkada serentak 2018, yang membutuhkan anggaran Rp11,3 triliun menurut Arief, hal wajar. Soalnya pilkada serentak dilakukan di wilayah dengan populasi terbesar di Indonesia, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan 171 daerah lain.

"Yang 2018, pemilihnya berapa kali lipat dari pilkada kemarin. Ini walau cuma 171, jumlah pemilihnya 50 persen lebih dari pemilih Indonesia ada di sini. Kalau yang kemarin, kan, kecil-kecil," ujarnya.

Efisiensi

Arief menegaskan, KPU terus melakukan pembenahan dan efisiensi anggaran mulai pilkada, pemilu legislatif hingga pemilu presiden. "Contoh, surat suara, dulu harganya Rp200-300, sekarang sudah di bawah Rp100, DKI itu kira kira Rp70-75. Jauh lebih hemat dari dulu," ujarnya.

Hal yang membuat anggaran pilkada menjadi besar adalah biaya kampanye. Dahulu biaya kampanye tidak dibebankan kepada KPU, melainkan masing-masing peserta pilkada. Tetapi, sekarang semua biaya kampanye dibebankan kepada KPU.

"Jadi, memang besar. Maka kalau perlu dikoreksi, kami berterima kasih, tetapi dikasih catatannya di mana," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya