Rekomendasi ATVSI Soal Revisi UU Penyiaran

Ilustrasi parabola pemancar.
Sumber :
  • eutelsat.com

VIVA.co.id – Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) meminta para pemangku kepentingan yaitu pelaku industri penyiaran, regulator, dan industri terkait lainnya dilibatkan dalam Revisi Undang-undang Penyiaran. Diketahui DPR kini tengah menggodok Revisi UU tersebut.

Sistem Single Mux Berpotensi Ciptakan Monopoli

Menurut Ketua ATVSI, Ishadi SK, hingga kini masih dilakukan pembahasan di Badan Legislasi DPR RI terkait draft RUU Penyiaran tersebut. Ia mengaku pihaknya sudah diundang untuk memberikan tanggapan dan masukan.

"ATVSI telah diundang Baleg (Badan Legislasi) DPR RI pada tanggal 3 April 2017 untuk memberikan tanggapan dan masukan mengenai beberapa isu penting yang menjadi roh dari RUU Penyiaran," tutur dia di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Kamis 4 Mei 2017.

DPR Panggil Menkominfo untuk Percepatan RUU Penyiaran

Ia menjelaskan, sedikitnya ada sebanyak tujuh isu penting yang diajukan sebagai dasar penggodokan revisi tersebut. Tujuh isu penting itu  dinilai menjadi roh dari RUU Penyiaran yang perlu disepakati.

Yang pertama, adanya rencana strategis dan blue print digital guna mengantisipasi perkembangan teknologi penyiaran. Kedua yakni adanya pembentukan wadah dan keterlibatan Asosiasi Media Penyiaran Indonesia dalam perizinan dan kebijakan penyiaran digital termasuk pembentukam Badan Migrasi Digital yang bersifat ad hoc.

ATVSI: DPR Respons Positif Aspirasi Soal RUU Penyiaran

Ketiga, adanya penerapan sistem hybrid yang merupakan bentuk nyata demokratisasi penyiaran.

"Dan ini juga merupakan antitesa dari monopoli," kata dia.

Kemudian yang keempat, mereka mengusulkan tentang durasi iklan komersial dan iklan layanan masyarakat. Kelima, mereka pun menyoroti soal iklan rokok. Menurut ATVSI, iklan produk rokok masih dibolehkan, bukan dilarang.

"Tidak melarang iklan rokok tapi membatasi. Jadi lebih mengutamakan branding seperti banyak saat ini tentang petualangan atau persahabatan," ujarnya.

Keenam yakni perihal siaran lokal. Sedangkan yang ketujuh yaitu tentang proses pencabutan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP).

"Harus ada mekanisme keberatan bagi pemegang IPP atas pembatalan IPP melalui jalur peradilan dan hanya mengikat apabila sudah ada kekuatan hukum tetap atau inkracht," kata Ishadi menyudahi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya