Bubarkan HTI, Pemerintah Bisa Kalah di Pengadilan

Ilustrasi Anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Sumber :
  • VIVA/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, pembubaran suatu ormas bukan hal yang mudah. Pemerintah harus punya bukti yang kuat dan bisa meyakinkan hakim kalau ormas itu layak dibubarkan.

Singgung HTI dan FPI, Said Aqil: Berat Amanat Moderasi 2 Kutub Ekstrem

Syarat-syarat pembubaran ormas pun harus dimiliki oleh pemerintah. Menurut Yusril, mengenai pembubaran Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), pemerintah juga mesti terlebih dahulu memberikan surat peringatan pertama, kedua dan ketiga.

"Dalam sidang pengadilan, ormas yang ingin dibubarkan oleh pemerintah tersebut diberikan kesempatan untuk membela diri dengan mengajukan alat bukti, saksi dan ahli untuk didengar di depan persidangan. Keputusan Pengadilan Negeri dapat dilakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung," kata Yusril, Selasa, 9 Mei 2017.

Viral Foto HTI di KPK, Lokasinya di Ruang Banyak Dokumen Rahasia

Pencabutan badan hukum atau status terdaftarnya suatu ormas, yang artinya juga dibubarkan, bisa dilakukan apabila melanggar UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan yakni pada Pasal 59 dan 69.

Disebutkan, ormas dilarang melakukan berbagai kegiatan yang antara lain menyebarkan rasa permusuhan yang bersifat SARA, melakukan kegiatan separatis, mengumpulkan dana untuk parpol dan menyebarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Soal Bendera HTI, Eks Pegawai KPK Bingung Pemotret Bisa Masuk Ruangan

Menurut Yusril, seharusnya pemerintah mengambil langkah persuasif terlebih dahulu sebelum membubarkan HTI. Dia khawatir, pemerintah bakal kalah saat di pengadilan.

"Langkah hukum itu pun benar-benar harus didasarkan atas kajian yang mendalam dengan alat bukti yang kokoh. Sebab jika tidak, permohonan pembubaran yang diajukan oleh Jaksa atas permintaan Menkumham itu bisa dikalahkan di pengadilan oleh para pengacara HTI," papar Yusril.

Kekhawatiran Yusril yang lain karena masalah pembubaran HTI ini dianggap sangat sensitif. Di internal umat Islam, tidak sepenuhnya sependapat dengan ide dan gagasan ormas tersebut. Namun masyarakat juga mengakui adanya kiprah dakwah HTI.

"Di kalangan umat Islam akan timbul kesan yang makin kuat bahwa pemerintah tidak bersahabat dengan gerakan Islam sementara memberi angin kepada kegiatan-kegiatan kelompok kiri, yang pahamnya nyata-nyata bertentangan dengan falsafah negara Pancasila," kata Yusril.

Geliat aktivitas ormas Islam belakangan ini, diakuinya sangat kuat. Bahkan tidak jarang, menurut Yusril, cara moderat ditinggalkan dan menempuh cara radikal.

"Hal yang lazim terjadi adalah radikalisme muncul karena suatu kelompok merasa dirinya diperlakukan tidak adil, termiskinkan dan terpinggirkan. Pemerintah harus bersikap proporsional memperlakukan semua komponen bangsa sehingga semua golongan, semua komponen merasa sebagai bagian dari bangsa ini," ujar mantan Mensesneg itu. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya