Mengintip Tradisi Lebaran Keraton Yogyakarta

Ngabekten Keraton Yogyakarta
Sumber :
  • VIVA.co.id/Daru Waskita

VIVA.co.id – Sri Sultan Hamengku Buwono X, menggelar upacara Ngabekten di Bangsal Kencana, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, selama dua hari Lebaran, Senin 26 Juni 2017 dan Selasa 27 Juni 2017.

Keraton Yogyakarta Tiadakan Acara Tradisì Mubeng Beteng 1 Suro

Upacara Ngabekten yang digelar bertepatan dengan tanggal 1 Sawal 1950 Je Wuku Manahil, Senen Pahing tahun Jawa 26 Juni 2017 diperuntukkan abdi dalem kakung (pria). Sementara Lebaran kedua atau Selasa 27 Juni 2017 diperuntukkan khusus abdi dalem putri. Upacara digelar tertutup untuk umum dan hanya diperuntukan bagi abdi dalem dan kerabat keraton. 

Ngabekten, merupakan ungkapan saling memaafkan antara raja dengan sentana dan kawula dalem. Upacara ini diawali dengan kehadiran Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk duduk di singgasana yang ditempatkan di Bangsal Kencana. Kehadiran Sultan ditandai dengan songsong gilap atau payung kehormatan berwarna kuning keemasan.

Penutupan Wisata ke Keraton Yogyakarta Diperpanjang hingga 20 Juli

Saat Ngarsa Dalem, panggilan akrab Sri Sultan Hamengku Buwono X, memasuki Bangsal Kencono dua perangkat gamelan di Gedhong Gongso ditabuh bersamaan dengan mengalunnya gendhing atau irama 'Kodhok Ngorek'. Kehadiran Ngarsa Dalem disambut dengan duduk bersimpuh dengan menundukkan kepala.

Hari pertama ngabekten ini, hanya KGPAA Sri Paduka Paku Alam X serta kerabat kakung (laki-laki), para pangeran baik rayi dalem (adik-adik Sri Sultan Hamengku Buwono X), menantu, serta abdi dalem asipat (berpangkat) Bupati Anem ke atas. Dalam upacara ngabekten ini, KGPAA Sri Paduka Paku Alam X hanya memberi hormat, sementara abdi dalem termasuk putra wayah mencium lutut Ngarsa Dalem.

Kunjungan Wisatawan ke Keraton Yogyakarta Ditutup Sementara

Upacara ngabekten diawali KGPAA Sri Paduka Paku Alam X memberi hormat dan salam kepada Sri Sultan Hamengku Buwono X, selanjutnya disusul para pangeran, putra wayah dan abdi dalem. Sebelum mendekat, para pangeran maupun abdi dalem harus melepas wangkingan atau keris, serta 'lampah dhodhok' atau jalan sambil berjongkok.

Satu-persatu, para pangeran ini mencium lutut kaki kanan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Dalam upacara tersebut, tidak ada sepatah kata pun yang terucap baik dari para pangeran dan abdi dalem maupun Ngarsa Dalem. Di sinilah letak kesakralan upacara tersebut, meski diam tanpa kata namun penuh makna.

Usai mencium lutut, para pangeran kemudian kembali ke tempat duduk semula, tetap dalam posisi jalan jongkok. Usai mengikuti ngabekten, Bupati Bantul Suharsono mengatakan, selain dirinya ada sejumlah bupati/wali kota dan wakilnya yang mengikuti ngabekten.

Bupati Bantul, Suharsono yang dilantik bulan Februari 2016 mendapatkan gelar kebangsawanan dari Keraton Yogyakarta dengan nama Kangjeng Raden Tumenggung (KRT) Haryo Kusumoyudho. "Dua kali saya mengikuti ngabekten di keraton Yogyakarta dan baru tahun ini mendapatkan gelar kebangsawanan dari Keraton Yogyakarta," kata Bupati Bantul, Suharsono. 

Selain Suharsono, wakil bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Purwadi , juga mendapatkan gelar kebangsaan dari keraton Yogyakarta.  "Jadi ada satu kepala daerah dan dua wakil kepala daerah yang mendapatkan gelar kehormatan dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat," ungkap Suharsono.

Lebaran kedua atau Selasa 27 Juni 2017 disusul dengan upacara ngabekten khusus abdi dalem putri. Upacara ini didahului atau dimulai oleh permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas, kemudian disusul oleh kelima putri Sultan, istri pangeran lalu disusul abdi dalam Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya