Memberangus Kastanisasi Sekolah

Calon siswa beserta wali murid antre pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB) SMP melalui sistem zonasi di SMPN 2 Tulungagung, Tulungagung, Jawa Timur, Senin (12/6/2017).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko

VIVA.co.id – Sejak puluhan tahun sekolah di Indonesia terjebak dalam konsep pengarusutamaan nilai akademik. Cara pikir inilah yang kemudian melahirkan kastanisasi antar sekolah.

Terpopuler: Mahfud MD Peringatkan Sambo Jangan Otak atik Aturan Remisi, Ketua MUI Tasik Dipecat

Karena itu, mahfum kemudian dengan mudahnya kita akan menemukan istilah sekolah unggulan, sekolah favorit atau pun sekolah berprestasi. Disadari atau tidak, sekolah itu kemudian menjadi alat ukur gengsi.

Siapa guru dan siswa yang bersekolah di sekolah favorit pun akhirnya dianggap mereka yang berkasta tinggi, dan nasib buruklah bagi mereka yang bersekolah di tempat yang tidak diunggulkan.

Sejarah Munculnya Sistem Zonasi dalam PPDB yang Sering Tuai Kontroversi

"Hampir semua daerah seperti itu. Dan ini berlangsung puluhan tahun kastanisasi," ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di kantornya, Rabu, 12 Juli 2017.

Unjuk rasa warga Solo soal PPDB 2017

Zonasi PPDB Bakal Dievaluasi, Kemenko PMK: Seleksi Umur Paling Aman

FOTO: Sejumlah wali murid berunjuk rasa tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) online SMA/SMK 2017 di Solo, Jawa Tengah, Jumat (16/7/2017)

Diakui Muhadjir, kastanisasi sekolah merupakan buah buruk dari sistem pendidikan yang dibangun di Indonesia. Meski tetap ada sisi positifnya, namun fakta bahwa ada sekolah favorit dan tidak telah menjadi bukti.

Bahwa baik sekolah maupun publik telah menciptakan ketimpangan secara tidak langsung tentang sekolah yang layak dimasuki atau tidak. Dan imbas yang paling buruk adalah, bagi mereka yang masuk dalam kategori miskin.

Sebab dengan adanya kastanisasi sekolah, maka harapan bahwa anak miskin bisa bersekolah di unggulan sangat terbatas. Apalagi bagi mereka yang juga memiliki kekurangan dari sisi akademik.

Alhasil, anak-anak ini kemudian terdepak dan terkumpul dalam sebuah sekolah yang 'tak diunggulkan' dalam kacamata publik dan kemudian belajar dalam kondisi sarana dan prasarana yang juga terbatas.

"(Karena itu) Biasanya di sekolah pinggiran, banyak berisi orang tidak mampu dan tidak memiliki nilai akademik yang baik. Ini memprihatinkan, sementara mereka tanggung jawab pemerintah ke depannya," ujar Muhadjir.

Tak mudah

Memberangus kastanisasi di dunia pendidikan diakui memang tak mudah. Konsepsi ini sudah mengakar puluhan tahun di publik.

Karena itu juga ketika ini ditelurkan lewat Peraturan Mendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk seluruh tingkat pendidikan, dalam waktu singkat langsung jadi polemik.

Di sejumlahd aerah dilaporkan ada aksi orang tua murid, mereka bahkan nekat menggeruduk sekolah dan dinas pendidikan setempat karena tak setuju dengan pola zonasi.

Bagi mereka, PPDB tahun ini dengan pola zonasi telah membuat sia-sia hasil ujian dari anaknya yang sudah mati-matian belajar.

"Duluuuu...kita bangga kalo hasil NEM anak tinggi dan kita yakin kalau anak kita bisa diterima disekolah Negeri mana saja,, tapi itu dulu yaaa," tulis seorang pengguna jejaring sosial, Fery Darto.

Unjuk rasa warga Solo soal PPDB 2017

FOTO: Wali murid membubuhkan tanda tangan saat aksi unjuk rasa menuntut pencabutan Pergub Jawa Tengah tentang PPDB online SMA/SMK 2017 di Solo, Jawa Tengah, Jumat (16/7/2017).

Cara pandang lama soal sekolah favorit terbukti menjadi alasan utama para orang tua. Mereka sangat menyesalkan anaknya kini harus terdepak. Sementara dari sisi akademis, mencukupi dan layak untuk bersekolah di tempat yang mereka anggap layak.

Muhadjir sendiri tak menampik perubahan paradigma itu memang tak mudah. Waktu yang singkat untuk mensosialisasikan peraturan baru memang sudah menjadi salah satu masalah.

Namun demikian, ia tetap optimistis bahwa ke depan masalah ini perlahan akan diperbaiki dan berubah. "Sistem zonasi saya tahu banyak kekurangan, tapi perlahan kita perbaiki dan evaluasi. Yang penting, ini soal semangat (menghapus kastanisasi)" ujarnya.

Kemerataan infrastruktur

Apa pun itu, konsepsi zonasi sekolah memang memiliki tujuan mulia agar pendidikan bisa dinikmati siapa pun. Namun hal ini tentunya, akan bisa berbuah sia-sia jika infrastruktur pendidikan dalam kondisi memprihatinkan.

Tahun lalu, Presiden Joko Widodo telah menyebut bahwa ada 466 ribu ruang kelas dari 1,8 juta kelas di Indonesia kondisinya memprihatinkan. Tak cuma itu, dari 212 ribu sekolah ternyata ada 100 ribu sekolah yang belum memiliki peralatan pendidikan.

Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta

FOTO: Presiden Joko Widodo dalam Hari Buku Nasional di halaman Istana Merdeka Jakarta, Rabu (17/5/2017)

"Sebab itu, saya minta dilakukan perombakan besar-besaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan," ujar Jokowi seperti dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.

Ya, ibarat memindahkan ikan ke kolam, salah satu prasyarat pentingnya adalah kondisi kolam yang sehat. Sehatnya sebuah kolam maka akan membuat ikan juga sehat.

Sebab itu, memeratakan pendidikan lewat zonasi perlu dibarengi dengan perbaikan infrasruktur yang juga merata. "Memang banyak beda pemahaman soal zonasi. Tapi nanti akan kita evaluasi. Saat ini zonasi gunanya untuk siswa dapat semua kesempatan belajar," ujar Muhadjir.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya