Pansus Angket DPR Bakal Datangi 'Rumah Sekap' KPK

Anggota DPR, M Misbakhun.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Pansus Angket di DPR akan menindaklanjuti laporan dari Niko Panji Tirtayasa terkait keberadaan rumah sekap KPK. Rencananya, Pansus Angket DPR akan mengunjungi ‘rumah sekap’ milik KPK itu pekan ini.

Bantah Isu Taliban, Pimpinan KPK: Adanya Militan Pemberantas Korupsi

Anggota Pansus, M Misbakhun, mengatakan karena sudah ada pengakuan di hadapan publik maka pihaknya harus membuktikan kebenaran itu. Bahwa KPK mengatakan sebagai safe house, menurut Misbakhun, harusnya ada koordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi Korban atau LPSK.

"Justru kami ingin tahu kebenarannya. Istilah rumah sekap itu berasal dari pengakuan Niko di depan Pansus Angket KPK. Sedangkan kalau benar safe house, mestinya KPK menggandeng LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban,” kata Misbakhun saat menghadiri acara akikahan putri Sekjen Golkar, Idrus Marham, di Cibubur, Minggu 6 Agustus 2017.

Struktur KPK Gemuk, Dewas Sudah Ingatkan Firli Bahuri Cs

Politisi Partai Golkar ini mengatakan, Niko dalam kesaksiannya memaparkan dengan jelas bahwa ia sebagai salah satu saksi yang dikondisikan di rumah sekap atau safe house itu. Bahkan ia sempat diiming-imingi uang dan liburan mewah menggunakan privat jet ke Raja Ampat.

"Karena saudara Niko merasa disekap di sebuah rumah tanpa bisa berhubungan dengan pihak luar termasuk keluarga dan dijaga ketat oleh anggota kepolisian dari satuan Brimob,” kata Misbakhun merujuk pengakuan Niko.

KPK Tetapkan 3 Tersangka Baru Kasus Korupsi Dirgantara Indonesia

Misbakhun juga menyayangkan sikap KPK, yang cenderung menutup-nutupi keberadaan safe house tersebut.

"Apakah itu sikap untuk membela diri, pembenaran,  atau untuk menutupi sesuatu yang kurang layak diketahui oleh publik? Apakah KPK memang benar-benar sebuah lembaga yang baik atau hanya sekedar sebuah lembaga yang sedang melakukan pencitraan semata-mata,” katanya.

Niko merupakan saksi dalam kasus yang menjerat pamannya sendiri, Muchtar Effendi, yang saat itu diduga terlibat dalam kasus suap Pilkada di Kabupaten Empat Lawang dan Kota Palembang.

Ia juga melaporkan Novel Baswedan terkait atas tuduhan dugaan tindak pidana pemalsuan identitas, memberikan keterangan palsu ke dalam akta autentik dan keterangan palsu di bawah sumpah, serta penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam pasal 263, 264, 266, 242, dan 421 KUHP. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya