Kinerja Makro Ekonomi Gagal Membaca Dinamika Rumah Tangga

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Sumber :

VIVA.co.id – Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan penilaian atas capaian pemerintah yang selalu mengandalkan data makro sebagai rujukan capaian pembangunan, dinilai tidak mampu membaca dinamika ekonomi rumah tangga atau individu secara keseluruhan. Hal itu dibuktikan dengan masih mudah ditemukannya kemiskinan di berbagai daerah terpencil di Indonesia.

Aparat Gabungan Bersiaga di KPU dan DPR Jelang Penetapan Hasil Pemilu

Oleh karena itu menurutnya sangat diperlukan ragam indikator baru untuk membaca tingkat kesejahteraan rakyat yang lebih konkret. Ia menegaskan dalam dua tahun terakhir concern dalam menyusun kerangka tersebut.

“Kami sedang menyusun atau membangun indikator kesejahteraan rakyat yang lebih konkret. Kita sedang diskusi selama dua tahun dalam menyusun kerangka. Seiring berjalan waktu banyak yang diupdate,” ujar Fahri dalam acara Coffee Morning dengan tema ‘Menurunnya Daya Beli Masyarakat’ di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 14 Agustus 2017.

1.489 Personel Gabungan Kawal Demo Depan Gedung DPR, Pengalihan Arus Situasional

Menurut Fahri pertumbuhan ekonomi sebesar 5,01 persen di kuartal dua tidak sejalan dengan tingkat daya beli masyarakat yang menurun. Karena itu, Fahri menyebut ada satu anomali yang terjadi dalam konsumsi masyarakat.

"Hari ini kita menemukan satu persoalan tengah ramai yaitu perdebatan yaitu menurunnya daya beli yang dibandingkan dengan angka makro," ujar Fahri.

Ada Demo di Depan DPR, Arus Lalu Lintas dari Semanggi ke Slipi Dialihkan

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Saleh P. Daulay yang turut serta dalam kegiatan tersebut, ia mengemukakan usai berkeliling ke dapil masih sangat mudah menemukan kemiskinan.

Alokasi dana dari pusat ke daerah dinilai tidak mampu menciptakan kesejahteraan dan daya beli baru, sehingga hal ini menjadi pertanyaan besar tentang sistem kerja pemerintah.

“Uang sudah banyak habis tapi kok tingkat pendapatan rendah. Dana desa Rp800 juta tidak menciptakan lapangan kerja baru.  Ini tidak menciptakan kesejahteraan yang menciptakan daya beli baru,” ujar Saleh.

Meskipun seringkali pemerintah melirik optimisme kinerja makro ekonomi, namun hal itu nampaknya tidak berdampak banyak terhadap fakta lapangan yang menurut kacamata mikro sangat mudah kemiskinan dijumpai di pelosok daerah.

Oleh karenanya, Fahri Hamzah berkomitmen ingin membuat sebuah metode penghitungan kesejahteraan untuk masyarakat yang lebih konkret melihat kenyataan riil.

“Kita sedang memotret kenapa kinerja makro sering gagal membaca dinamika rumah tangga atau individu masyarakat kita.  Nah kita fokus pada penurunan daya beli,” kata Fahri.  (webtorial)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya