Kerajaan Gowa Cemas Kutukan Leluhur karena Peniadaan Ritual

Rumah Adat Balla Lompoa, Kelurahan Sungguminasa, Kacamata Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Yasir

VIVA.co.id - Keluarga Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan mencemaskan kemungkinan ditimpa bencana akibat kutukan leluhur mereka gara-gara meniadakan Accera Kalompoang, tradisi ritual sakral pencucian benda pusaka.

FKUB Sulsel Larang Pendeta Gilbert Datang ke Makassar, Ini Alasannya

Peniadaan ritual suci untuk kali pertama sejak 424 tahun silam itu dampak lanjutan dari sengketa Museum Balla Lompoa beserta isinya antara Pemerintah Kabupaten Gowa dengan Kerajaan Gowa sejak tahun 2016.

"Keyakinan keluarga (Kerajaan Gowa) sebenarnya kami ini sangat-sangat takut dikutuk oleh leluhur karena tidak melaksanakan (Accera Kalompoang) itu. Jadi kami takut sebenarnya, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa," kata juru bicara keluarga Kerajaan Gowa, Andi Baso Mahmud, saat dikonfirmasi pada Selasa, 5 September 2017.

Korban Meninggal akibat Longsor Tana Toraja Capai 18 Orang

Keturunan salah satu kerajaan terbesar di Nusantara itu sebenarnya pantang meniadakan ritual Accera Kalompoang, yang selalu digelar tiap tahun bersamaan dengan momen Idul Adha. Namun keluarga kesultanan tak dapat berbuat banyak gara-gara sengketa berlarut-larut itu. Ditambah salah satu benda pusaka, yaitu Mahkota Raja yang disebut Salokoa, hilang alias tak diketahui keberadaannya sejak tahun lalu.

Andi Baso, mewakili keresahan yang dirasakan keluarga kesultanan, hanya berharap leluhur mereka memahami dan memaklumi situasi yang dihadapi kini. "Pasti leluhur tahu sendiri siapa penyebabnya, kenapa tidak bisa dilaksanakan. Kami, kan, sudah berusaha," ujarnya.

Terungkap Motif Suami Bunuh Istri Lalu Timbun Jasad Korban Dalam Rumah di Makassar

Menurutnya, penyelesaian masalahnya sebenarnya sederhana, yaitu polisi menangkap sekaligus mengadili pelaku perusakan Balla Lompoa pada 2016. "Kalau sudah diputuskan bersalah itu pelaku, kan, sudah selesai persoalan," katanya.

Awal sengketa

Sengketa status Museum Balla Lompoa beserta isinya antara Pemerintah Kabupaten Gowa dengan Kesultanan Gowa berimbas ditiadakannya ritual Accera Kalompoang pada 2017. Ritual yang telah berlangsung 424 tahun itu tak dilaksanakan pada Idul Adha lalu.

Polemik itu bermula pada September 2016. Sejumlah konflik terjadi setelah pelaksanaan Accera Kalompoang tahun lalu; mulai aksi saling serang antara pihak kerajaan dan Satpol PP sebagai representasi Pemerintah Kabupaten Gowa.

Kedua pihak menyelenggarakan ritual adat tahunan kerajaan yang pernah menguasai jalur perdagangan laut di kawasan timur Indonesia itu. Masing-masing mengklaim berhak melaksanakan ritual Accera Kalompoang atau pencucian benda pusaka kerajaan.

Setelah konflik, Bupati Gowa Adnan Puricha Icsan Yasin Limpo melaporkan dugaan pencurian benda pusaka ke Polda Sulsel pada 13 September 2016. Adnan mengklaim benda pusaka yang merupakan aset Pemerintah Kabupaten telah dihilangkan oleh pihak yang tak bertanggung jawab.

Sehari setelahnya, Rabu, 14 September 2016, giliran keturunan Raja Gowa, yaitu Raja ke-37 Gowa, Andi Maddusila, melaporkan pencurian dan perusakan di Balla Lompoa. Laporan itu merupakan lanjutan atau kedua kalinya dilakukan Maddusila terkait polemik Kerajaan Gowa.

Setelah masuk ke ranah hukum, Museum Balla Lompoa pun disegel beserta sejumlah benda pusaka. Termasuk Mahkota Raja Gowa, Salokoa, yang berlapis emas 1.768 gram dengan taburan 250 permata.

Masalah itu berimbas dengan tidak dilaksanakannya ritual Accera Kalompoang tahun 2017. Kedua pihak sama-sama tidak bisa berbuat banyak. Brankas penyimpanan benda pusaka di Balla Lompoa masih dilingkari garis polisi.

Pemerintah Kabupaten Gowa menyatakan akan menyerahkan masalah itu kepada Kepolisian. Apalagi telah ada keputusan dari Mabes Polri bahwa Balla Lompoa kini ber-status quo(Baca: Ritual Kerajaan Gowa Pertama Ditiadakan sejak Empat Abad) (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya