Dandhy Terkejut Tulisannya Dilaporkan Repdem ke Polisi

Jurnalis senior Dandhy Dwi Laksono
Sumber :
  • Facebook Dandhy Dwi Laksono

VIVA.co.id – Aktivis yang juga jurnalis senior, Dandhy Dwi Laksono akhirnya merespon laporan Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem). Organisasi sayap PDI Perjuangan itu melaporkan tulisannya di Facebook karena dianggap menghina dan menfitnah Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri karena menyamakan Mega dengan penasehat Myanmar, Aung San Suu Kyi.

Pengungsi Rohingya Tetap Dibantu tapi RI Perhatikan Kepentingan Nasional, Menurut Kemenkumham

Melalui akun Facebooknya, Dandhy menyampaikan ucapan terima kasih atas reaksi dan solidaritas banyak pihak yang mendukungnya dalam kasus tersebut. Kendati terkejut dengan laporan organisasi pimpinan Masinton Pasaribu tersebut.

"Seperti halnya kita semua, saya juga terkejut dengan pelaporan itu. Alih-alih mendapat kiriman artikel bantahan atau perspektif pembanding, yang datang justru kabar pemolisian," ujar Dandhy melalui keterangana tertulis.

Hasto PDIP Klaim Angket Belum Bergulir Bukan Tunggu Intruksi Megawati tapi Banyak Tekanan

Terkait pelaporan ini, Dandhy mengaku mendapat masukan rekan-rekan pengacara dari berbagai lembaga bantuan hukum maupun individu, yang pada intinya menyarankan agar semua respon terkait kasus ini hendaknya terukur. "Saran ini agak mengganggu kebiasaan saya yang cenderung lebih spontan. Tapi mereka banyak benarnya," ujar anggota Majelis Pertimbangan Organisasi Aliansi Jurnalis Independen Indonesia ini menambahkan.

Bagaimanapun, saat ini pihaknya tengah mengumpulkan informasi apakah aksi pelaporan ini semata sikap reaksioner sekelompok partisan politik yang memanfaatkan “pasal-pasal karet” dalam UU ITE dan KUHP, atau sebuah varian represi baru bagi kebebasan berpendapat tanpa mengotori tangan dan citra kekuasaan.

11 Warga Rohingya Meninggal di Perairan Barat Aceh, Menurut Laporan Imigrasi

"Meski keduanya sama-sama ancaman bagi demokrasi, namun kesimpulan atas kedua hal itu tentu menuntut respon yang berbeda," ujar mantan Jurnalis SCTV ini.

Di luar itu, Dandhy menyoroti akhir-akhir ini banyak persoalan yang menuntut perhatian publik lebih besar, seperti kasus petani Kendeng yang mengalami kriminalisasi dan pembongkaran tenda keprihatinan di Jakarta, peringatan 13 tahun pembunuhan Munir, dan melanjutkan solidaritas terhadap warga Rohingya.

Bahkan, ada pelaporan tiga media massa terkait kasus Novel Baswedan, pemenjaraan para pemrotes proyek pembangunan alun-alun di Gresik, pemenjaraan pengacara yang selama ini mendampingi nelayan di Bangka, kriminalisasi warga Banyuwangi yang menolak tambang emas dengan delik penyebaran komunisme, hingga terbunuhnya warga di Papua dalam sebuah insiden dan aparat pelakunya hanya divonis meminta maaf.

"Dibanding kasus-kasus tersebut, apalagi penangkapan 4.996 orang Papua sepanjang 2016 dan tragedi Rohingya, kasus pelaporan ini tentu tidak ada apa-apanya," ujar pendiri wacthdoc ini.

Ia menyadari pelaporan ini telah memicu keresahan umum, dimana daftar 'korban' atau orang-orang yang diproses hukum gara-gara menyuarakan kritiknya dibungkam dengan dalih pencemaran nama baik, penghinaan, fitnah atau delik sejenisnya.

"Karenanya harus disikapi melampaui kasus individu yang butuh mediasi atau perdamaian. Sebab memang tak ada yang perlu dimediasi atau didamaikan dari tulisan itu," kata Dandhy

Secara pribadi, Dandhy mengakui tidak pernah punya masalah dengan kelompok partisan pelapornya itu atau pihak yang mungkin menggerakkannya. Karena itu, Ia menuruti saran rekan penasehat hukum, bahwa respon dan pernyataan yang lebih terukur sedang disusun oleh tim yang  mendampingi kasus ini.

"Langkah polisi atas pelaporan ini juga akan ikut menentukan sikap apa yang kita semua harus lakukan di tahap selanjutnya."

Sebelumnya, Ketua Repdem Jawa Timur, Abraham Edison, melaporkan tulisan Dandhy Dwi Laksono ke  Unit Cyber Crime Polda Jatim, Rabu, 6 September 2017. Menurut Abraham, opini Dhandy di akun facebook berusaha menyamakan Megawati dengan Aung San Suu Kyi, dengan memunculkan opini tentang penangkapan warga Papua.

Secara keseluruhan, tulisan tersebut kata Abraham, terkesan ingin menciptakan opini yang terjadi Myanmar sebagai bahan hinaan dan ujaran kebencian di Indonesia.

"Kalau Bu Mega disudutkan dengan pernyataan mendukung adanya kekerasan terhadap masyarakat Papua saat memenangkan Jokowi dalam Pilpres, ini jelas menghina dan memfitnah. Kami sebagai organisasi sayap partai tidak bisa menerima," kata Abraham di Ruang Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polda Jatim.

"Kami berharap polisi menindaklanjuti laporan kami, karena apa yang dilakukan oleh terlapor menjatuhkan marwah Ketua Umum PDIP secara personal," ujarnya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya