Status Gunung Agung Masih Awas, Gubernur Bali Resah

Gunung Agung Keluarkan Asap Kawah. Status Gunung Agung masih awas, sejak tiga minggu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

VIVA – Gubernur Bali, Made Mangku Pastika terus memantau perkembangan Gunung Agung. Sebab, status Gunung Agung yang dinaikkan levelnya pada 22 September 2017 berdampak serius, tak hanya bagi Kabupaten Karangsem, tetapi juga Bali secara keseluruhan.

Pendaki Lansia Ditemukan Tewas di Puncak Gunung Agung, Jasad Ditemukan WNA

"Saya terus memantau perkembangan gunung itu. Apakah mungkin menurunkan status awas itu. Status itu dari tanggal 22 September lalu. Sudah lebih dari dua minggu. Kalau satu bulan, dampaknya panjang," kata Pastika, Kamis 19 Oktober 2017.

Dalam hal logistik bagi 180 ribu lebih pengungsi, Pastika menyebut setiap hari harus mengeluarkan 50 ton beras. Kebutuhan itu di luar dana mengurus para pengungsi yang terjangkit penyakit dan perekonomian mereka yang mandek usai mengungsi.

Merugi, Seluruh Outlet Toko Buku Gunung Agung Bakal Ditutup Akhir 2023

“Masalah pembangunan gedung-gedung, baik pemerintah maupun swasta yang ada di Bali. Banyak sekali rentetannya dengan status awas dan radius itu. Jadi, saya sedang bersama-sama menghitung, mengkalkulasi kembali apa yang terjadi dan apa dampaknya kalau status itu terus dipasang," ujarnya.

"Ini kan gunung. Akibat ada gerakan di sini, maka statusnya awas. Kan begitu. Ini kan pasti ada kalkulasi untuk menyatakan awas ini. Hitung-hitungannya bagaimana, ini harus kami pelajari,” kata dia. 

Netizen Geram Lihat Tingkah Bule Lepas Celana Pamer Alat Kelamin di Puncak Gunung Agung Bali

“Supaya nanti bisa kami pastikan betul apakah status awas ini setelah sekian lama trennya bagaimana. Jadi kegiatan gunung itu naik-turun. Tapi kan bisa diambil trennya, naik terus atau turun terus. Ini harus kami amati terus-menerus," ujar dia.

Sebab, kata Pastika, bencana Gunung Agung telah berdampak luas bagi hampir ke seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat Bali secara keseluruhan. Tak hanya dalam konteks persiapan logistik pengungsi belaka, namun juga di sektor pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.

"Semua ini berdampak. Ekonomi yang paling terasa. Yang tadinya ada penghasilan, sekarang tidak ada penghasilan. Yang tadinya bisa bayar kredit, sekarang tidak bisa bayar kredit. Yang tadinya bangunan berjalan, sekarang stop. Kalau bangunan stop, buruhnya juga harus stop," tuturnya.

Belum lagi jika proyek pembangunan itu ternyata milik pemerintah. Hal itu akan berdampak pada mangkraknya proyek tersebut. "Ini tahun anggaran sudah mau habis. Bagaimana status anggarannya. Urusan pengelolaan dana pemerintah ini tidak gampang. Ada peraturan-peraturan," papar mantan kapolda Bali itu.

Jika hingga tahap akhir proyek itu tidak kelar, akan kena penalti. "Duitnya harus kembali ke kas negara. Untuk mengusahakan datang lagi, nanti tahun depan anggaran perubahan baru bisa. Itu pun kalau bisa masuk. Anggaran induk sudah tidak bisa, karena sudah disetop di sini. Jadi panjang akibatnya. Mangkrak lah bangunan ini sampai nanti akhir tahun depan," katanya.

"Jadi seperti itu akibatnya. Panjang ini. Itu baru dari segi pemerintahan saja, runyam ini. Bukan hanya setoran kredit urusannya.. Itu hanya salah satu sisi. Sisi lain, panjang. Karena apa, karena status awas, karena radiusnya sekian. Akibatnya 180 ribu masyarakat harus mengungsi. Ini yang harus kami pikirkan," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya