Kemendagri Sebut HTI Sudah Rumuskan 189 Pasal RUU Khilafah

Ilustrasi bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
Sumber :
  • VIVA/Anhar Rizki Affandi

VIVA – Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri, Soedarmo, menegaskan kembali alasan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Konsekuensi dari lahirnya Perppu tersebut adalah pembubaran ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

Menurut Soedarmo, salah satu alasannya adalah karena ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila, HTI sudah merencanakan perebutan kekuasaan.

"(HTI) Bukan berdakwah. Tapi terkait dengan Rancangan Undang Undang Dasar (RUUD) Khilafah yang mereka buat ada 189 pasal RUUD HTI," kata Soedarmo dalam rapat di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 19 Oktober 2017.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Ia menambahkan HTI juga telah membuat skenario dan metode mulai dari pembentukan kepribadian hingga adanya perebutan kekuasaan. Sementara, selama ini ia tak menemukan ada ormas yang memiliki UU dan strategi tersendiri merencanakan perebutan kekuasaan.

"Pengamatan di lapangan banyak kegiatan yang dilakukan HTI yang bisa timbulkan disintegrasi dan instabilitas keamanan. Karena banyak kelompok masyarakat yang tolak kegiatan-kegiatan HTI. Bila dibiarkan dan tak segera kita cegah, bisa timbulkan kegaduhan dan bisa mengarah pada konflik horizontal," ujar Soedarmo.

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

Ia tak mau disebut pemerintah otoriter karena menerbitkan perppu ini. Sebab, perppu ini justru dianggap sebagai penyempurnaan dari UU Ormas. Pembubaran ormas pun ada tahapannya, mulai dari teguran tertulis, penghentian kegiatan, pencabutan dan pembubaran ormas.

"Setelah 19 Juli, setelah perppu ditetapkan, Menkumham sudah keluarkan surat pencabutan pada HTI. Sudah berdasarkan pertimbangan dan beberapa fakta-fakta yang memang bertentangan dengan Pancasila. Karena itu kami harap komisi II bisa menyetujui Perppu (Ormas) sebagai UU," paparnya.

Sebelumnya, pemerintah memberikan pandangan dalam rapat pembahasan Perppu Ormas di Gedung DPR RI. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 ini memiliki urgensi kegentingan yang memaksa.

Tjahjo menjelaskan, Perppu ini melihat tiga hal kegentingan yang memaksa. Pertama, adanya keadaan yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU.

Kedua, undang-undang yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum. Atau katanya, ada undang-undang tersebut tetapi dinilai tidak memadai.

"Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," kata Tjahjo di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 16 Oktober 2017. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya