KPAI Benarkan Ada Perundungan Soal 'Non-pribumi'

Komisioner KPAI dalam konferensi pers, Jumat (22/9/2017)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Bayu Nugraha

VIVA – Komisi Perlindungan anak Indonesia (KPAI) membenarkan adanya kasus perundungan terhadap siswa SD.

Pelajar SD di Simalungun Jadi Tersangka Kasus Perundungan, Ini Penjelasan Polisi

Perundungan itu bahkan menggunakan istilah "non-pribumi". Awalnya, kabar yang beredar peristiwa terjadi di salah satu SD di Ciracas Jakarta Timur. Namun hoaks, dan setelah ditelusuri terjadi di kawasan Pekayon.

"Terkait simpang siurnya informasi kasus perundungan yang menimpa ananda JSZ adalah benar adanya. Hanya informasi lokasi sekolah yang disampaikan awal kurang tepat," ujar Komisioner KPAI, Sitti Khikmawatty, dalam siaran persnya, Selasa 31 Oktober 2017.

Anti Bullying! Barbie Kumalasari Usulkan Syarat Kelulusan Sekolah: Wajib Punya Surat Kelakuan Baik!

Dari informasi yang beredar di media sosial, JSZ mendapatkan perlakuan rasis oleh temannnya sendiri. Bahkan, infonya anak tersebut sudah dua pekan ini tidak mau berangkat sekolah.

Sitti menyayangkan adanya peristiwa itu. Walau, JSZ berbeda agama dengan rekan-rekannya yang lain.
Ia menegaskan, perlindungan terhadap anak harus dilakukan. Tidak mengenal sedikit atau banyak.

Kasus Bullying Siswa SMA, Kuasa Hukum Saksi Sebut Binus Serpong Harus Bertanggung Jawab

"Meskipun ananda JSZ hanya satu-satunya yang berbeda keyakinan agamanya di sekolah tersebut, UU perlindungan anak No 35/2014 memastikan setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dan pendidikan sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianut," ujarnya menjelaskan.

KPAI, lanjut Sitti, akan melakukan penelusuran lebih lanjut terkait persoalan ini.

Komisioner KPAI lainnya, Jasra Putra mengatakan, peristiwa itu terjadi di SDN Pekayon 16 Jakarta Timur. Atas peristiwa itu, pihaknya menyesalkan sekolah tidak mengetahui adanya peristiwa ini.

"Sangat kita sayangkan dugaan kontens bullying terkait ujaran kebencian keyakinan dan dukungan pilkada DKI yang sudah selesai," ujar Jasra.

Ia meminta, agar tidak ada perilaku diskriminatif seperti yang menimpa JSZ. Apalagi terjadi di lingkungan sekolah. Dimana, harusnya menjadi tempat mendidik kecerdasan intelektual, spiritual dan emosional anak didik.

"Oleh karena itu semua pihak harus bekerjasama secara baik untuk memastikan hak-hak korban maupun pelaku anak bisa terpenuhi, termasuk pendidikan dan rehabilitasi atau pendamping psikologisnya," ujar Jasra. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya