Lika-liku 'Menyeret' Setya Novanto ke KPK

Penyidik KPK saat d irumah Setya Novanto, Rabu malam 15 November 2017.
Sumber :
  • ANTARA Foto/Galih Pradipta

VIVA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang butuh usaha keras untuk menghadirkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke kantor KPK. Setya Novanto sudah 11 kali dipanggil penyidik untuk diperiksa, tapi hanya tiga kali bersedia hadir, sisanya Novanto hadir dengan ragam alasan.

Pengadilan Tinggi DKI Tetap Vonis Fredrich Yunadi 7 Tahun Penjara

Setya Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP oleh KPK pada Jumat, 10 November 2017. Dalam penyidikan kasus korupsi e-KTP, Novanto dijerat menggunakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ini merupakan yang kedua bagi Novanto. Setelah sebelumnya, status tersangka Novanto dibatalkan melalui Majelis Hakim Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis menyatakan penetapan tersangka Novanto oleh KPK tidak sah.

Bimanesh Akui Kecelakaan Novanto Hanya Rekayasa

Sejak menang di praperadilan dan dinyatakan sebagai tersangka untuk kedua kalinya itu, Novanto mulai berulah. Ya, Ketua Umum Partai Golkar itu selalu mangkir panggilan KPK, entah diperiksa sebagai saksi maupun sebagai tersangka baru. Tercatat delapan kali Novanto mangkir dari panggilan lembaga antirasuah itu untuk diperiksa.

Awalnya, Novanto melalui kuasa hukumnya berdalih mangkir panggilan KPK sebelum KPK minta izin tertulis Presiden untuk bisa memeriksanya dalam penyidikan.

Dituding Bisa Kencing Berdiri, Setya Novanto Membantah

Izin tertulis dari Presiden itu sesuai dengan Pasal 245 UU MD3 yang mengatakan bahwa pemeriksaan anggota DPR harus dengan izin MKD, tapi pada September 2015, Putusan MK Nomor 76/PUU XII/2014 menegaskan, bahwa izin itu bukan dari MKD melainkan dari Presiden. [Simak jawaban Jokowi di tautan ini]

Dalam surat yang dikirimkan ke KPK, Novanto juga menyatakan KPK tidak berhak memeriksa Setya Novanto karena sebagai anggota dewan memiliki hak imunitas. Mereka merujuk Pasal 20A huruf (3) UUD 1945 tentang hak Imunitas Anggota DPR, dan Pasal 80 huruf h Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 mengenai Hak Anggota Dewan terkait imunitas.

Di kesempatan lainnya, kubu Novanto juga ternyata sudah mendaftarkan gugatan praperadian atas status tersangka keduanya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Humas PN Jaksel, Made Sutrisna membenarkan perihal pendaftaran kembali praperadilan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Gugatan itu didaftarkan pada Rabu, 15 November 2017 lalu.

KPK sendiri merasa yakin bahwa untuk memeriksa Novanto tak perlu izin Presiden. Disamping itu, penggunaan hak imunitas anggota dewan juga dinilai tak relevan untuk kasus korupsi. Maka, KPK langsung menerbitkan surat perintah penangkapan Setya Novanto, dengan menyambangi kediamannya di Jalan Wijaya XIII No.19, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu malam, 15 November 2017.

Namun hingga pukul 02.00 WIB Kamis dini hari, 16 November 2017, keberadaan Novanto masih nihil. Penyidik KPK tidak menemukan Novanto di rumahnya. Kabarnya, Novanto 'menghilang' sebelum rumahnya didatangi tim KPK. Penyidik hanya bertemu pengacaranya, Fredrich Yunadi saat menggeledah kediaman Ketua DPR RI itu.

KPK mengancam akan mengirimkan nama Setya Novanto ke Polri agar dimasukan dalam daftar pencarian orang (DPO), bila dalam waktu 1x24 jam, politikus Golkar itu tak kunjung menyerahkan diri.

Tapi, belum sampai 24 jam sejak diduga 'menghilang', publik dikejutkan kabar bahwa Novanto mengalami kecelakaan saat dalam perjalanan menuju ke salah satu studio televisi swasta di Jakarta Barat. Mobil Toyota Fortuner bernomor polisi B 1732 ZLO yang membawa Novanto menabrak tiang listrik di sekitar Permata Berlian, Jakarta Selatan.

Novanto dikabarkan mengalami luka di bagian kepala dan dilarikan ke RS Permata Hijau. "Saya mendapatkan kabar dari ajudan, 'Pak, Bapak kecelakaan nabrak tembok, kaca kanan kiri pecah, pingsan'. Langsung dibawa ke sini, ke ICU perlu MRI," kata Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi saat dikonfirmasi Kamis malam, 16 November 2017.

Penyidik KPK yang mengetahui peristiwa itu langsung mendatangi lokasi kecelakaan dan rumah sakit tempat Novanto dirawat. Kedatangan penyidik untuk memastikan apakah kecelakaan itu benar-benar terjadi, dan apakah berakibat seseorang tersangka bisa diperiksa atau tidak bisa mengikuti proses hukum. "Nah itu perlu di cek lebih lanjut dan tim sdg memastikan itu ke lokasi," kata Febri, Kamis malam.

Susah Ditemui

Sayangnya, hingga semalam, penyidik KPK belum berhasil menemui Novanto. Dokter yang menangani Novanto tak ada di rumah sakit. Sementara informasi dari perawat jaga pun tak bisa memuaskan penyidik.

Kehadiran penyidik KPK di rumah sakit itu diprotes pengacara Novanto, Fredrich Yunadi. Ia menegaskan, Novanto di bawah pengawasan Dokter Imanes selama dalam perawatan. Ia meminta penyidik KPK menghormati keputusan dokter yang memerintahkan agar Novanto beristirahat dengan tenang.

KPK mengultimatum pihak rumah sakit tempat Novanto dirawat, karena menurut informasi tim di lapangan, terdapat tindakan-tindakan ke arah merintangi proses penegakan hukum yang berjalan dari pihak manajemen rumah sakit tersebut.

"Pihak manajemen RS kami harapkan tidak mempersulit kerja penyidik KPK di lokasi. Sejauh ini ada informasi yang kami terima pihak-pihak tertentu tidak koperatif," kata Febri kepada awak media, Jumat dinihari, 17 November 2017. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya