- REUTERS/Mohammed Salem
VIVA – Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump yang menyebut Yerusalem sebagai Ibu kota Israel menuai polemik dari belahan dunia, tak terkecuali di Tanah Air. Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) ikut mengecam pernyataan Trump.
Ketua PGI, Albertus Patty mengatakan, Yerusalem harus tetap menjadi pengawasan dari PBB dan bukan menjadi klaim satu negara.
"Saya ingin menyatakan bahwa biar bagaimanapun Yerusalem harus tetap menjadi pengawasan PBB," kata Albertus di Graha Oikoumene PGI, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, Jumat 15 Desember 2017.
Dia menilai, Yerusalem adalah kota yang mempunyai kaitan emosional terhadap tiga agama, yakni Kristen, Yahudi dan Islam. Untuk itu, ia meminta permasalahan Yerusalem harus diselesaikan secara dialog antardua negara yakni Israel dan Palestina.
Menurutnya, Amerika Serikat (AS) seharusnya dalam hal ini hanya menjadi penengah. Namun, dengan pernyataan Trump tersebut, ia mengatakan fungsi AS sebagai penengah antara kedua negara sudah tidak ada lagi.
"Jadi, ketika Trump memutuskan mengakui Yerusalem ibu kota Israel dia telah menghentikan perannya sebagai penengah di dalam konflik Israel-Palestina," katanya.
Selain itu, dengan pernyataan tersebut, Trump telah membunyikan dentang kematian terhadap proses perdamaian. Ia pun menolak pernyataan Trump yang mengklaim Yerusalem sebagai Ibu kota Israel dapat menyelesaikan permasalahan di sana. Imbas pernyataan Trump, justru memanaskan situasi dunia.
"Konflik regional di timur tengah memanas. Oleh karena itu keputusan Trump memanaskan situasi dunia. Membangkitkan kemarahan yang bisa menghancurkan kita semua," katanya.
Selain memiliki efek dalam regional dan internasional, pernyataan Trump juga mempunyai efek di dalam negeri. Ia mengakui bahwa secara internal gereja saja banyak terjadi pro dan kontra.
"Karena secara internal Gereja ada kelompok yang mendukung Trump. Yang berpikir memang di dalam Alkitab tertulis bahwa nanti Yerusalem menjadi ibu kota Israel dengan segala macam," ucapnya.
Namun, ia secara pribadi tidak menyetujui hal tersebut. Sebab, hal tersebut hanya klaim sempit dari sisi keagamaan. Ia pun meminta dalam permasalahan ini harus memikirkan banyak faktor termasuk warga Palestina.
"Tidak bisa Kristen mengklaim atau Islam dan Yahudi mengklaim karena bagaimana juga ketiga agama itu punya akar sejarah dan spritual yang kuat terhadap Yerusalem.” (mus)