- Antara/ Saptono
VIVAnews - Ketua Umum Partai Hanura Wiranto punya solusi termudah agar keluar dari polemik Rancangan Undang-Undang Keistimewaan Yogyakarta. Caranya, mendengarkan suara rakyat.
"Kebijakan paling baik tatkala sulit mengambil keputusan adalah mendengarkan suara rakyat," kata Wiranto di Kompleks DPR, Jakarta, Jumat 17 Desember 2010. "Dengarkan itu dan sementara ini kita harus ikuti. Itu paling gampang."
Menurut Wiranto, pemerintah mesti mendengarkan saat rakyat yang meminta sesuatu tanpa akal-akalan, tanpa menyiasati peraturan. Tetapi muncul dari keinginan yang paling dalam.
"Karena memang suara rakyat yang kita perhatikan. Negeri ini ada karena rakyat, pemerintah ada karena mandat dari rakyat," kata mantan calon Wakil Presiden pasangan Jusuf Kalla ini.
Barangkali, lanjut Wiranto, kebijakan mendengarkan suara rakyat itu tidak tepat. Tapi bagi Wiranto, itu justru langkah yang terbaik.
Apakah suara rakyat yang dimaksudnya itu adalah hasil rapat paripurna DPRD DIY yang merekomendasikan penetapan Sri Sultan sebagai gubernur? "Lha iya, masa saya mesti menegaskan lagi, masa tidak tahu," jawab dia.
Pemerintah sudah menyerahkan draf RUU Keistimewaan Yogyakarta ke DPR. Dalam draf itu, Sri Sultan Hamengku Buwono diposisikan menjadi gubernur utama, meski ia pun bisa maju mencalonkan diri menjadi gubernur bila bersedia bertarung melalui mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada). (umi)