Zulhas: Dalam Budaya Ada Rasa Toleransi & Saling Menghargai

Sumber :

VIVA.co.id – Sejumlah budayawan seperti Radhar Panca Dahana, Bambang Widodo Umar, Teguh Esha dan Suhadi Sendjaja, menyambangi Ketua MPR Zulkifli Hasan. Mereka yang terhimpun dalam Mufakat Budaya Indonesia (MBI) itu diterima oleh Zulkifli Hasan di ruang kerjanya, Lt. 9, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Rabu 20 Januari 2016.
 
“Terima kasih atas kesediaan Bapak menerima kami,” ujar Radhar.

Perubahan Gaya Hidup Masyarakat Multikultural di Era New Normal

Sebagai seorang budayawan yang sering berceloteh, penyair itu mengatakan seharusnya yang datang ke ruangan ini 16 orang namun separuhnya lagi sakit. “Saya heran di hari Rabu ini kok pada sakit semua,” ujarnya sambil tersenyum.
 
Dalam kesempatan itu, Radhar mengadu kepada Zulkifli Hasan atas apa yang terjadi dalam kegiatan yang diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta, beberapa waktu yang lalu. Dalam acara itu, para budayawan memberi penghargaan kepada para Kepala Daerah yang mengembangkan budaya lokal. Namun Radhar bersama budayawan yang lainnya mengeluh pada sikap FPI yang melakukan tindakan arogan yang men-sweeping Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi yang pada saat itu mendapat penghargaan atas pengembangan budaya Sunda di Purwakarta.
 
Radhar bersama budayawan lainnya, juga tidak mengerti sikap polisi yang membiarkan aksi yang dilakukan oleh FPI. Dalam kesempatan itu Radhar menyalahkan sikap polisi.
 
Kepada Zulkifli Hasan, Radhar mengungkapkan bahwa kebudayaan sekarang telah dimatikan. Untuk itu Radhar yang memandang Ketua MPR sebagai salah satu figur bangsa untuk ikut peduli dan memberi pengarahan kepada elit untuk menempatkan kebudayaaan pada posisi yang sepantasnya. Menurut Radhar, kebudayaan merupakan sebuah kritik dan jawaban terhadap keadaan. “Tanpa budaya hidup ini kering,” ujarnya.
 
Bambang Umar dalam kesempatan itu mengatakansaat ini kita tidak mempunyai metode untuk mengimplementasikan nilai-nilai yang ada sehingga apa yang disampaikan itu menjadi kosong. Untuk itu budayawan siap membantu pikiran-pikiran yang ada untuk dirumuskan dan diaplikasikan.
 
Zulkifli Hasan menyimak semua apa yang disampaikan oleh budayawan itu. Diakui selepas era reformasi tahun 1998 hingga saat ini, rasanya hidup ini kering. Sudah hampir 71 tahun  Indonesia merdeka nilai-nilai Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika hanya menjadi retorika dan basa-basi. Untuk itu dirinya mengharap agar nilai-nilai di atas tak sekadar menjadi kata-kata namun harus menjadi budaya.
 
Dalam budaya, menurut Zulkifli Hasan ada rasa toleransi dan saling menghargai. “Demokrasi kan intinya freedom. Dalam demokrasi orang bebas beraktivitas dan berkreatifitas. “Bukan seperti yang terjadi di Taman Ismail Marzuki tadi,” ujarnya.
 
Untuk itu Zulkifli menegaskan kembali bahwa nilai-nilai yang disosialisasikan MPR, Empat Pilar, tak boleh hanya menjadi bahan ceramah namun harus diimplementasikan dalam kehidupan. “Saya kira mulainya dari situ. Nilai-nilai itu sudah menjadi konsensus,” ujarnya.  

Budaya Guilt dan Shame sebagai solusi penegakan moral dan keadilan di Indonesia.

Perlunya Pembiasaan Guilt and Shame Culture bagi Masyarakat Indonesia

Peningkatan kesadaran moral dengan budaya guilt and shame culture untuk Indonesia lebih baik.

img_title
VIVA.co.id
17 Februari 2024