Harga Rokok Kelewat Tinggi Dianggap Langgar Hak Asasi

Unjuk Rasa Petani Tembakau
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Firman Soebagyo, menganggap kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus yang diwacanakan Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (UI) dan pemerintah merupakan hal yang melanggar hak asasi konsumen.

Harga Rokok Tinggi hingga Shifting Konsumsi Bisa Bikin Target Penerimaan CHT Tidak Tercapai

"Yang menggulirkan wacana kenaikan harga jual rokok Rp50 ribu per bungkus ini kan semacam LSM (lembaga swadaya masyarakat). Ini sangat tidak rasional. Jangan melarang hak asasi seseorang kalau bicara kesehatan, asap mobil juga tak sehat," ujar Firman dalam keterangan tertulisnya, Senin 22 Agustus 2016.

Politikus Partai Golkar ini menjelaskan bahwa wacana tersebut sangat berpengaruh pada keberlangsungan industri, ekonomi rakyat dan pendapatan negara.

Harga Rokok Naik Dongkrak Inflasi Januari 2020, Ini Penjelasannya

"Jelas ngaruh dong, coba bayangkan kalau harga naik. Apa efeknya terhadap petani tembakau, apa efeknya terhadap para buruh. Ini harus dipikir betul-betul," lanjutnya.

Firman menyarankan agar pusat kajian dan LSM bertemu langsung dengan petani tembakau terlebih dahulu dan perlu melakukan penelitian mengenai kehidupan ekonomi mereka dari pertanian tembakau.

Bea Cukai Akui Harga Rokok yang Mahal Tak Buat Konsumen Turun

"Dan di sini saya tegaskan kembali, LSM mana pun tidak berhak mengatur harga rokok, catat itu," katanya.

DPR disebutkannya akan memperhatikan utamanya soal kepentingan nasional dan tidak akan terjebak dalam kepentingan kelompok tertentu. Regulasi menurutnya harus memberikan rasa keadilan.

“Regulasi tidak boleh diskriminatif dan kami yang membuat regulasi pun tidak bisa atas tekanan orang lain. Kami yang buat Undang-undang juga langsung disosialisasikan langsung ke masyarakat," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Hasbullah Thabrany mengatakan, dengan menaikkan harga rokok akan dapat menurunkan prevalensi perokok terutama terhadap masyarakat yang tidak mampu.

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Hasbullah dan lembaganya, sejumlah perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan hingga dua kali lipat.

Survei tersebut dilakukan terhadap 1000 orang melalui telepon dalam kurun waktu Desember 2015 sampai Januari 2016. Sebanyak 72 persen mengatakan akan berhenti merokok kalau harga rokok di atas Rp50 ribu. Hasil studi juga menunjukkan, 76 persen perokok setuju jika harga rokok dan cukai dinaikkan. Belakangan hal itu disebutkan bakal dipertimbangkan pemerintah.
 

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya