Megawati Luruskan Isu PDIP Minta Mahar

Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Sumber :
  • Antara/ Yudhi Mahatma

VIVA.co.id – Sudah menjadi pembicaraan umum di masyarakat jika dalam suatu kontestasi politik, khususnya Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), para partai selalu meminta mahar kepada si bakal calon atau kandidat. Kondisi itu yang membuat demokrasi Indonesia menuju pada arah pragmatisme (mencari untung semata), bukan pada bagaimana benar-benar mensejahterakan rakyat.

Megawati Kirim Surat Amicus Curiae kepada MK, Ganjar Sebut Terilhami Sosok Kartini

Pada forum Sekolah Partai angkatan kedua yang digelar di Depok, Selasa, 6 September 2016, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri turut menyoroti persoalan tersebut. Mega tampak menceritakan kondisi sesungguhnya dalam kaca matanya sebagai pemimpin partai politik.

"Kita ini gotong royong. Jadi harus tahu, jangan asal 'Wah jadi bupati wali kota' tapi sepeser pun gak mau nyumbang," kata Mega.

Gibran Ingin Bertemu Semua Lawan Politiknya, Ganjar Bilang Selalu "Open House"

Mega tak jarang mendapati seorang yang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah melalui PDIP tiba-tiba menuduh mereka meminta mahar. Padahal kejadiannya tidak seperti itu.

"Ngomong di koran, oh rupanya PDIP minta uang. Kenapa dia bilang gitu, karena dia tahu gak masuk ranking. Jadi anda ini mau gratisan? Dan ini harus dicatat. Terus kita partai jadi kuda tunggang? No, no," cetus Mega.

Kubu Prabowo Sindir Megawati Tak Tepat Jadi Amicus Curiae di Sidang MK: Dia Pihak Berperkara

Mega menuturkan bahwa uang sumbangan termasuk dari calon begitu penting. Salah satu fungsi utamanya adalah membiayai para saksi yang nanti mereka gunakan pada waktu pemungutan suara.

"Uang itu harus dibayarkan pada saksi. Emang saksi itu suruh menyaksikan (saja)?" kata Mega.

Mega mengungkapkan saksi berjuang agar proses penghitungan suara dalam suatu pemilihan termasuk Pilkada berjalan jujur. Oleh karena itu, posisi mereka adalah ujung tombak bagi partai.

"Saksi-saksi yang berjuang mati-matian karena kita arahkan bekali tapi ya mesti kita kasih makan minum. Kenapa? Karena dia sekian jam duduk di TPS. Minimal saksi dua, supaya yang satunya ingin buang hajat masih ada satunya, bergantian," tutur Mega.

Karena persoalan memenuhi logistik para saksi itulah, lanjut Mega, PDIP sering kali di-bully seolah mereka meminta mahar. Termasuk saat mereka berinteraksi dengan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang akan maju pada Pilkada DKI Jakarta.

"Saya bilang, eh Pak Ahok situ ngomong mahar jangan gitu dong. Emang saya minta mahar?" kata Mega.

Mega lantas meminta Ahok untuk fair atau jujur dalam berbicara. Sebab, PDIP sudah setengah mati memenangkan Jokowi dan Ahok pada Pilkada Jakarta dahulu.

"Tanya sama saksi. Ada uang harian. Emang mereka gak makan gak minum, kelengerlah. Wartawan mbo cari berita yang mendidik jangn cari bombastislah," katanya.

KPK Berpolitik

Pada pidatonya itu, Mega juga melontarkan kritik kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Anak dari Presiden Indonesia pertama, Soekarno, itu menilai lembaga tersebut sudah tidak berjalan pada relnya.

"KPK itu sekarang suka main politik. Orang KPK itu saya yang bikin," kata Mega.

Padahal, dia menegaskan bahwa KPK bekerja pada ranah hukum. Oleh karena itu, seharusnya tak boleh main-main politik.

"Makanya baca aturan, tidak ada tafsir. Kalau ada tanya pada ahli hukum," ujarnya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya