DPR: Kenaikan Dana Parpol Jangan Dikaitkan Perilaku Korupsi

Ketua Panitia Khusus RUU Pemilu, Lukman Edy.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lilis Khalisotussurur

VIVA.co.id – Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Lukman Edy mengatakan belum ada kepastian kesepakatan antara pemerintah dengan DPR soal wacana kenaikan dana bantuan partai politik (parpol).

Tidak Ada Tawaran Kursi Duduk di Kabinet ke Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, Kata Gerindra

"Kami bahkan dengar isu pemerintah mengusulkan revisi PP (PP 5 Nomor 2009 tentang Dana Partai Politik), itu dengan kenaikan sebesar 50 kali," kata Lukman di Gedung DPR, Jakarta, Selasa 4 Oktober 2016.

Ia mengatakan, kenaikan dana bantuan parpol tak boleh serta-merta dikaitkan potensi perilaku koruptif di parpol. Ketika partai politik mendapat anggaran tersebut kata dia, maka otomatis menjadi objek pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Gerindra Lebih Tepat Usung Jenal daripada Aspri Iriana Jokowi di Pilkada Bogor, Menurut Pengamat

"Mungkin bagi parpol akan ada semacam perubahan karakter pengelolaan keuangannya. Ada pertanggungjawaban dan pemeriksaan," kata Politikus PKB itu.

Menurut Lukman, masih perlu dicari nominal yang ideal untuk besaran dana bantuan partai ini. Pada tahun 2004 kata dia, besaran anggaran parpol pernah mencapai Rp1000 per suara. Namun kini anggaran tersebut turun lagi menjadi Rp108 per suara yang didapatkan di DPR.

MK: Belum Ada Parpol Gugat Sengketa Hasil Pemilu 2024

"Kami apresiasi pemerintah yang melakukan konsolidasi untuk mencari bentuk yang paling ideal terhadap bantuan partai politik. Konsolidasi yang mereka (pemerintah) lakukan, terakhir kami diundang juga," ujar Lukman.

Ia mengatakan, rekomendasi penambahan besaran dana bantuan partai ini memang sangat diharapkan sehingga bisa membantu partai politik menjalankan fungsinya lebih ideal.  

"Termasuk ini salah satu instrumen yang dianggap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk mengurangi praktik menyimpang, gratifikasi di parpol. Kami apresiasi tapi kami kembalikan ke pemerintah untuk menilai berapa jumlah yang wajar ketika melakukan revisi PP itu," kata Lukman.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya