- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA.co.id – Anggota Komisi II DPR Rahmat Hamka mengkritisi keberadaan lembaga survei seperti kehilangan kehormatannya, karena menilai mereka telah berubah dari lembaga penelitian menjadi komoditas bisnis. Hal ini berkaitan dengan kerja mereka sebagai konsultan politik.
"Prinsipnya harus ada pembeda antara lembaga survei dan konsultan politik. Di era reformasi, lembaga survei digunakan di dunia bisnis. Harapan kita lembaga survei jadi bagian dari pendidikan politik, sehingga demokrasi makin berkualitas," kata Hamka di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Oktober 2016.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini pun mendesak agar lembaga survei bisa transparan mengenai sumber dana mereka. Sehingga, bisa diketahui motivasi mereka dalam melakukan penelitian.
"Lembaga survei harus independen dan transparan, sumber dana. Siapapun yang danai, hasil survei harus objektif. Lembaga survei punya pertanggungjawaban secara ilmiah dan hukum," ujar Hamka.
Dia pun berharap pemerintah mau mendanai penelitian sebuah lembaga survei yang sudah memiliki kredibilitas baik. Hal ini diperlukan untuk menjaga independensi mereka. "Pemerintah berikan dana untuk lembaga yang kredibel," kata dia.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPR, Ahmad Riza Patria. Menurutnya, lembaga survei ke depan tak boleh menjadi konsultan politik, apalagi tim sukses pemenangan calon dalam pilkada atau pemilu.
"Lembaga survei ilmiah diisi ahli, profesional, dan intelektual. Pada mereka melekat integritas yang harus dikedepankan. Sehingga tak perlu masuk tim pemenangan," ucap Riza.
Menurutnya, para profesional di lembaga survei harus mempublikasikan hasil penelitian mereka secara vulgar, dan menghindari untuk menunjukkan hasil yang dianggap menguntungkan calon tertentu.
Pilihan lain jika mereka mau tetap mendapatkan dana dari seorang pasangan calon, silakan membuat penelitian untuk kebutuhan internal.
"Kalau tak ditampilkan semua, tak berintegritas. Tapi kalau mau (tak ditampilkan), harus kontrak. Kontrak internal silakan deal. Jangan dipublikasikan," kata Riza.
Dia menambahkan, lembaga survei boleh mendapatkan pesan penelitian dari pasangan calon tertentu, dengan catatan, penelitian itu dilakukan dengan metode yang benar dan sesuai kaidah akademik. Permasalahannya, terkadang ada lembaga survei yang nakal.
"Mungkin ada lembaga survei yang tak memanipulasi data hasil survei, tapi bisa mengatur wilayah mana yang disurvei. Lembaga survei yang cerdas dia bisa mempengaruhi titik mana yang harus diambil. Kecenderungannya bisa dilihat," ungkap Riza.