SBY Sebut, Unjuk Rasa Urusan Hati Nurani Tak Bisa Dibeli

Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono.
Sumber :
  • ANTARAFOTO/Yulius Satria Wijaya

VIVA.co.id – Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, ikut menyoroti kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama dan rencana demo besar-besar Aksi Bela Islam II yang akan dilaksanakan pada Jumat, 4 November 2016.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Dalam penjelasannya kepada wartawan di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu, 2 November 2016, SBY mengingatkan bahwa era sekarang ini adalah era demokrasi bukan era otoritarian. Presiden keenam RI ini juga mengingatkan peristiwa unjuk rasa besar pada 1998, 1999 dan tahun 2000 yang juga berada dalam pusaran nasional yang menandai terjadinya tonggak perubahan besar dari era otoritarian menuju era demokrasi.

Dengan situasi politik sekarang ini, SBY menyampaikan kalau dirinya menyimak dan banyak sekali seruan diperbolehkan unjuk rasa tanpa anarkis. "Saya setuju bukan hanya 100 persen. Itu juga seruan Partai Demokrat, itu juga seruan SBY. Alhamdulillah dengan izin Allah memimpin Indonesia selama 10 tahun," katanya.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

Karena itu, SBY menyerukan tidak hanya hari ini dan akan terus menyerukan bahwa seseorang memiliki hak politik dan itu dijamin oleh konstitusi untuk menyampaikan pandangannya pikiran bahkan protes-protes dan dalam terminologi politik itu disebut unjuk rasa. Asalkan tertib, damai tidak melanggar aturan dan tidak merusak.

“Tetapi harus ingat. Bagi siapapun, unjuk rasa itu bukan kejahatan politik unjuk rasa bagian dari demokrasi, asalkan tidak anarkis. 10 tahun saya jadi Presiden sebagian dari saudara mengikuti bahkan pernah memberitakan, menyiarkan sepanjang 10 tahun unjuk rasa ada terus, mulai dari yang kecil menengah maupun yang besar," katanya.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

SBY melanjutkan, saat dirinya menjadi presiden, setiap terjadi unjuk rasa, apalagi yang dilakukan di depan Istana, dia selalu mengutus staf khusus untuk menemui dan mencatat keluhan pengujuk rasa. Agar tuntutan yang disampaikan bisa diadikan sebagai masukan, umpan balik pertimbangan untuk mengambil kebijakan dan mengatasi masalah pada tingkat nasional.

“Saya tidak alergi dengan unjuk rasa. Saya buktikan dulu selama 10 tahun dan meskipun 10 tahun pemerintahan yang saya pimpin tidak pernah sepi dari aksi unjuk rasa, pemerintahan kami tidak jatuh, ekonomi tetap tumbuh, saya masih bisa bekerja. Siapa bilang tidak bisa bekerja. Apabila saya tidak bisa bekerja, bagaimana ekonomi tumbuh dan lain-lain yang Alhamdulillah telah kita capai," katanya.

Kemudian SBY menyampaikan bahwa dulu intelijen juga tidak mudah melaporkan kepada dirinya sesuatu yang tidak akurat. Karena itu, dia merasa senang bila polisi dan jajaran aparat keamanan juga tidak main tangkap apa lagi main tembak.

"Tadi malam saya berbincang-bincang dengan Pak Jusuf Kalla, kami sebagai generasi yang lebih tua ingat dulu peristiwa tahun 66 yang melibatkan mahasiswa Universitas Indonesia, atau tahun 1998 yang melibatkan mahasiswa Trisakti. Gara-gara main tembak, terjadilah Prahara maha besar yang yang mengubah jalannya sejarah di negeri kita ini. Kita harus pandai memetik pelajaran sejarah di masa silam, dulu saya juga tidak pernah dengan mudah menuduh, mencurigai ada orang-orang besar mendanai aksi-aksi unjuk rasa ada orang-orang besar menggerakan unjuk rasa," katanya.

SBY kembali menyinggung, dengan situasi sekarang ini sangat berbahaya bila intelijen menuduh seseorang, menuduh sebuah kalangan, menuduh sebuah partai politik menggerakkan unjuk rasa.

"Pertama, itu fitnah, fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Kedua, menghina rakyat, bukan kelompok bayaran, urusan hati nurani tidak ada yang bisa mempengaruhi. Uang tidak ada gunanya apalagi kalau urusan akidah. Banyak di dunia ini yang berani mengorbankan nyawa demi akidah, memfitnah orang yang dilaporkan itu partai politik atau pihak-pihak yang dilaporkan itu atas nama analisis intelijen," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya