DPP Golkar Wacanakan Novanto jadi Ketua DPR Lagi

Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto di Istana Negara
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Rahmat

VIVA.co.id – Partai Golkar berencana mengembalikan posisi ketua DPR kepada Setya Novanto yang mundur paska kasus ‘Papa minta saham’. Saat itu Setya digantikan rekan separtainya, Ade Komarudin.

Pilkada 2020, Demokrat dan Golkar Sepakat Usung 33 Paslon

Upaya mengembalikan posisi Setya Novanto ke kursi nomor satu di DPR disampaikan  Ketua Bidang Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Yorrys Raweyai menyusul dikabulkannya gugatan Setya Novanto di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu.

"Kasus ini soal wibawa partai aja. Nah, apakah kita kembalikan posisi Setya Novanto (ke ketua DPR) seperti semula atau bagaimana. Wacana itu berkembang kemudian," kata Yorrys ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin 21 November 2016.

Ketua Jokowi Mania Masuk Partai Golkar?

Menurut Yorrys, rapat di DPP telah sepakat untuk mewacanakan hal ini. Partai kemudian menugaskan Fraksi Golkar di DPR untuk melakukan pembicaraan dengan pimpinan DPR dan pimpinan Fraksi lainnya.

"Kemudian kita menugaskan kepada fraksi di DPR untuk melakukan pembicaraan dengan pimpinan," ucap Yorrys.

Aburizal Bakrie Dukung Semangat Anak Muda Lalui Pandemi COVID-19

Yorrys mengatakan tidak ada yang salah dengan kinerja Ade sejauh ini. Wacana ini juga katanya digulirkan setelah DPP meminta kajian ke Dewan Partai Golkar.

"Kita minta kajian ke Dewan Pakar, bagian hukum kita. Dan berkembang kita sepakati di pleno, setuju diwacanakan. Tapi tidak serta merta (langsung jadi Ketua DPR). Tapi kita bangun kondisi ke dalam dan ke luar," kata Yorrys.

Sebelumnya Mahkamah Konstitusi  mengabulkan gugatan Ketua Umum Golkar Setya Novanto terkait frasa “permufakatan jahat” yang dituduhkan kepadanya.

Setya Novanto saat menjadi Ketua DPR pernah dilaporkan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said soal pertemuannya dengan Riza Chalid dan mantan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang ditengarai melobi soal kontrak Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Hal tersebut dilaporkan Sudirman dengan menyertakan bukti rekaman pembicaraan yang dikenal dengan kasus “Papa Minta Saham”. Namun dengan dikabulkannya gugatan Setya Novanto oleh MK, diputuskan bahwa rekaman yang dijadikan pembuktian harus atas dasar permintaan penegak hukum. Selain itu rekaman pembicaraan juga dianggap bisa melanggar hak asasi orang lain.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya