Pendanaan Parpol Dinilai Harus dari Iuran Anggota

Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto (batik coklat di barisan depan).
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Bobby Andalan.

VIVA.co.id – Akademisi sekaligus pakar Otonomi Daerah dan Pemilu Prof. DR Ryaas Rasyid mengaku sepakat jika masalah pendanaan partai politik itu seharusnya berasal dari iuran para kadernya.

KPK Tindaklanjuti Laporan PPATK soal Transaksi Janggal Dana Kampanye Pemilu

Sebab, jika pendanaan parpol selalu digantungkan pada pandanaan yang berasal dari negara, hal itu justru membuktikan bahwa seolah-olah parpol tidak punya independensi.

"Pendanaan partai itu harus dari iuran anggota, biar ada kedaulatan anggota. Kalau semua dari negara, dia jadi korporasi negara dong," kata Rasyid dalam acara seminar nasional 'Penyelenggaraan Pemilu; Telaah Kritis Terhadap Rancangan Undang-undang Pemilu dalam Mewujudkan Demokrasi Berkeadilan', di kantor DPP Golkar, Jakarta Barat, Selasa, 6 Desember 2016.

Ganjar Sebut Bantuan Dana Parpol Rp 27 Miliar untuk PDIP Kecil Banget

Rasyid berpendapat, jika parpol selalu bergantung pada pendanaan dari negara, maka seharusnya parpol itu juga harus diaudit. "Dia (parpol) harus ada pertanggungjawaban juga dong, sama kayak lembaga pemerintah, misalnya diaudit dan lain sebagainya," kata Rasyid.

Menurutnya, jika pendanaan parpol itu berasal dari iuran para anggotanya, maka hal itu akan meminimalisasi potensi penguasaan parpol tersebut oleh segelintir pihak. Sebab, selama ini ada sejumlah parpol yang justru terkesan menjadi milik sebuah kelompok atau keluarga saja.

PDIP Terima Bantuan Dana Parpol Rp28 Miliar dari Pemerintah

Rasyid bahkan tak segan-segan menyebutkan nama sejumlah parpol, yang selama ini kepengurusannya terkesan hanya di monopoli oleh sebuah dinasti keluarga sehingga menghapus kesan demokrasi di dalamnya.

"Jadi partai itu harus bikin fund raising atau usaha, tapi bukan untuk motif ekonomi semata, melainkan juga motif sosial politik. Agar jangan sampai partai itu dikangkangi oleh ketua umumnya karena dia merasa memiliki partai," kata Rasyid.

"Karena saat ini ada sejumlah partai yang cenderung dan berpotensi jadi milik keluarga, misalnya seperti PDIP, Demokrat atau bahkan Gerindra. Yang cenderung demokratis menurut saya itu justru malah Golkar dan PKS, karena siapa saja bisa memimpin kedua partai itu," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya