DPR: Hak Angket Bisa Diteruskan ke Menyatakan Pendapat

Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Syaefullah

VIVA.co.id - Usulan hak angket terkait pengaktifan kembali Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta telah diajukan oleh empat Fraksi di DPR. Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, mengajak para anggota mematuhi proses usulan angket ini selanjutnya.

Apa Kabar Usulan Angket Ahok?

"Kami di DPR memiliki mekanisme, dan segala tuntunan masyarakat sudah diakomodir oleh beberapa fraksi di DPR," kata Bambang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Februari 2017.

Menurut Bambang, mekanisme penyampaian pendapat seperti angket ini memang dimungkinkan di DPR. Namun mengenai disahkan atau tidaknya di Paripurna nanti, hal itu juga katanya tergantung “cuaca politik” di DPR.

Gerindra: Ahok Seperti Superman

"Jika ditemukan pelanggaran undang-undang, diteruskan hak menyatakan pendapat. Tergantung cuaca politik di DPR," ujar Bambang.

Di kesempatan yang sama, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto optimis mekanisme angket bisa diteruskan, karena pihaknya sudah menemukan pelanggaran yang dilakukan pemerintah terkait Ahok ini.

Hanura Nilai Angket Ahok Belum Diperlukan

"Kami Fraksi Demokrat sudah mengindentifikasi terkait pelanggaran UU, terkait positioning dari saudara Basuki Tjahaja Purnama. Kami bersama teman-teman lain, PKS, Gerindra dan PAN sudah menginisiasi angket pelanggaran UU kepada pemerintah," kata Didik.

Hak DPR

Seperti dikutip dari situs resmi DPR, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan, DPR dibekali tiga hak, yakni:

1. Hak Interpelasi: hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

2. Hak Angket: hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

3. Hak Menyatakan Pendapat: hak DPR untuk menyatakan pendapat atas: kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional; tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Sebelumnya, Ahok kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta usai cuti saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, 12 Februari 2017. Persoalan itulah yang kemudian menjadi kontroversi.

Pemerintah dinilai bersikap tidak adil. Alasannya, Ahok merupakan terdakwa kasus penodaan atau penistaan agama dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan bahwa pengembalian jabatan Gubernur DKI Jakarta kepada Ahok, setelah masa cuti pilkada usai, didasarkan pada dakwaan Ahok sebagaimana yang register di pengadilan negeri. Ahok dijerat pasal 156 atau 156 (a) KUHP.

"Dakwaan itu masih ada alternatif pasal ini atau alternatif pasal ini. Dua pasal yang ada alternatif ini ancaman lima tahun dan di bawah lima tahun," kata Tjahjo.

Keputusan tersebut mengundang polemik di DPR dan para pemerhati hukum. Tjahjo kemudian berusaha meminta fatwa Mahkamah Agung. Namun, MA menyerahkan masalah itu pada pemerintah.

Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra, Demokrat, PKS di DPR menggulirkan usulan Panitia Khusus Hak Angket terkait diaktifkannya kembali Ahok yang berstatus terdakwa. Mereka menduga ada pelanggaran terhadap UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1 dan ayat 3. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya