PKS Kukuh Gulirkan Hak Angket Ahok

Al Muzzammil Yusuf PKS.
Sumber :
  • Antara/ Widodo S Jusuf

VIVA.co.id - Wakil Ketua Komisi II DPR, Al Muzzammil Yusuf, menyatakan bahwa Fraksi Partai Keadilan Sejahtera kukuh dalam menggulirkan hak angket terkait pengangkatan kembali Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut Muzzammil, fraksinya memiliki argumen yang kuat dan berdasar.
 
"Karena pakar-pakar mengujinya. Fraksi kami tetap firm dengan sikap kami. Firm-nya sikap kami itu tentunya dengan menghargai perbedaan pendapat pemerintah dengan kami yang disampaikan oleh Mendagri (Tjahjo Kumolo)," kata Muzzammil di DPR, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2017.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Politikus PKS itu menyadari ada perbedaan pandangan dengan fraksi lain di DPR sejak awal mendukung digulirkannnya hak angket untuk Ahok tersebut. Meski demikian, ia menegaskan, Fraksi PKS akan tetap jalan terus.

"Sejauh ini sudah empat fraksi yang tanda tangan. Anggota kami hampir semua tanda tangan. Mudah-mudahan besok bisa disampaikan di Paripurna. Kami akan saling melengkapi," kata Muzzammil.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

Muzzamil mengaku ada ruang tafsir. Namun, tafsir tersebut tetap harus diletakkan dalam kerangka konstitusi, Undang-undang Dasar dan undang-undang

"DPR punya tatib hak angket. Ada hak penyelidikan, ada penyidikan itu diatur hak angket. Jika ada pelanggaran. Kami melihat ada pelanggaran itu (pengangkatan Ahok kembali jadi Gubernur)," ujar dia.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

Pelanggaran yang dimaksud Muzammil, pertama, terlepas adanya dua dakwaan Pasal 156a KUHP maupun Pasal 156 KUHP, pengaktifan kembali Ahok sebagai orang nomor satu di DKI telah telah melanggar UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1,2 dan 3.

"Jika Ahok didakwa pasal 156a KUHP dengan hukuman selama-lamanya lima tahun maka dalam UU No.23 Tahun 2014 Pasal 83 ayat 1 disebutkan paling singkat lima tahun," ujar dia.

Kedua, jika yang digunakan Jaksa adalah pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun, maka perbuatan Ahok masuk pada kategori perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, Ali Mukartono, yang dibacakan pada pada 20 Desember 2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara lalu.

"Kutipan dakwaan Jaksa ini telah memenuhi maksud dari Pasal 83 Ayat 1 pada bagian terakhir yaitu perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia," kata dia.

Ketiga, pemberhentian sementara Ahok tak perlu tidak menunggu tuntutan jaksa penuntut umum tetapi cukup berdasarkan Nomor Register Perkara IDM 147/JKT.UT/12/2016 di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Itu sesuai dengan Pasal 83 Ayat 2 yang berbunyi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang menjadi terdakwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan sementara berdasarkan register perkara di pengadilan.

"Dasar SK pemberhentian Presiden terhadap Ahok adalah nomor register pengadilan bukan berdasarkan tuntutan yang dibacakan jaksa yang disampaikan oleh Mendagri. Jadi pemberhentian menunggu tuntutan tidak memiliki dasar hukum," ujar dia.

Keempat, kegiatan serah terima jabatan gubernur yang di dalamnya ada Serah Terima Laporan Nota Singkat Pelaksana Tugas dari Plt. Gubernur DKI Jakarta kepada Gubernur Petahana, Ahok pada masa cuti, 11 Februari 2017 pukul 15.30 di Gedung Balai Kota DKI Jakarta melanggar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 70 serta Peraturan KPU No.12/2016.

"Cuti para petahana itu dari tanggal 28 Oktober 2017 sampai 11 Februari 2017 Pukul 24.00. Pada saat serah terima itu tanggal 11 Februari pukul 15.30 masih masa cuti dan Ahok sedang cuti. Penyelenggaraan acara tersebut telah melanggar UU No. 10 Tahun 2016 Pasal 70 serta rinciannya pada Peraturan KPU No.12/2016," kata dia.

Kelima, hak angket Ahok saat ini mendapat dukungan dan legitimasi dari masyarakat dan para pakar hukum yang mempersoalkan pengaktifan kembali Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta yang merupakan terdakwa kasus penistaan agama.

"Banyak aspirasi masyarakat dan kajian dari para pakar hukum yang memiliki kredibilitas dan integritas yang menegaskan pengaktifan kembali Ahok merupakan pelanggaran terhadap undang-undang," tegas dia. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya