Hak Angket Ahok Tak Dibahas di Rapat Paripurna Hari Ini

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah.
Sumber :

VIVA.co.id - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengatakan bahwa persoalan hak angket penonaktifan Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama hanya akan dibaca sebagai surat masuk di rapat Paripurna DPR.

M Kece Dituntut 10 Tahun Penjara

Menurutnya, masalah itu tidak dibaca sebagai laporan pengusul. "Jadi, kami hanya memberitahukan kepada Paripurna bahwa surat dari para pengusul itu sudah masuk ke pimpinan," kata Fahri di DPR, Jakarta, Kamis 23 Februari 2017.

Setelah dibacakan itu, kata Fahri, perlu ada rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR lagi untuk mengatur soal penjadwalan usulan hak angket dalam rapat Paripurna yang akan datang, usai masa masa reses DPR.

Marak Kasus Penistaan Agama di Pakistan, Perempuan Muda Divonis Mati

"Sebab, hari ini adalah hari rapat Paripurna terakhir di masa sidang ini. Jadi, nanti hanya dibaca sebagai surat masuk saja," kata Fahri.

Fahri mengakui, beberapa waktu lalu memang ada yang menyatakan hak angket itu bisa langsung dibaca sebagai usulan. Tetapi, dia menilai, Bamus perlu menyepakati penjadwalan pembacaan sebagai usulan. Soal cepat, atau tidak proses hak angket tersebut tergantung masa reses sidang para wakil rakyat.

Ferdinand Hutahaean Tulis Surat Permohonan Maaf dari Penjara

"Lebih kurang dua pekan lebih (reses). Mulai masuk lagi, awal bulan Maret. Artinya, itu bisa langsung dijadwalkan Bamus untuk penjadwalan pembacaan usulan di Paripurna," ujar dia.

Meski demikian, itu juga tergantung dari para pengusul hak angket tersebut untuk bisa dibacakan di rapat Paripurna DPR, atau tidak. Sebab, kata Fahri, Bamus hanya menjadwalkan kapan dan agenda apa yang akan dibahas dalam rapat Paripurna DPR.

"Tergantung para pengusul bersikeras itu dibacakan di paripurna. Tetapi, kalau pengusul mau mencabut ya, tidak jadi dibacakan di Paripurna. Nanti, Paripurna yang memutuskan apakah hak angket itu diterima, atau ditolak," ujar dia.

Sebelumnya, Ahok kembali aktif sebagai Gubernur DKI Jakarta usai cuti saat masa kampanye Pilkada DKI Jakarta, 12 Februari 2017. Persoalan itulah yang kemudian menjadi kontroversi.

Pemerintah dinilai bersikap tidak adil. Alasannya, Ahok merupakan terdakwa kasus penodaan, atau penistaan agama dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyatakan, pengembalian jabatan Gubernur DKI Jakarta kepada Ahok, setelah masa cuti pilkada usai, didasarkan pada dakwaan Ahok sebagaimana yang register di pengadilan negeri. Ahok dijerat pasal 156 atau 156 (a) KUHP.

"Dakwaan itu masih ada alternatif pasal ini, atau alternatif pasal ini. Dua pasal yang ada alternatif ini ancaman lima tahun dan di bawah lima tahun," kata Tjahjo.

Keputusan tersebut mengundang polemik di DPR dan para pemerhati hukum. Tjahjo, kemudian berusaha meminta fatwa Mahkamah Agung. Namun, MA menyerahkan masalah itu pada pemerintah.

Sementara itu, Fraksi Partai Gerindra, Demokrat, PKS di DPR menggulirkan usulan Panitia Khusus Hak Angket terkait diaktifkannya kembali Ahok yang berstatus terdakwa. Mereka menduga ada pelanggaran terhadap UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 83 ayat 1 dan ayat 3. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya