HTI Segera Gugat Pemerintah ke PTUN

Unjuk rasa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Selain ke Mahkamah Konstitusi, Hizbut Tahrir Indonesia segera menggugat pemerintah ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Pemerintah dinilai sewenang-wenang membubarkan HTI karena tak sesuai perundang-undangan.

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mengatakan prosedur pemerintah dalam membubarkan HTI sebagai ormas dianggap tak tepat.

"Karena itu, kita akan gugat di PTUN. Itu sebagai bukti bahwa pemerintah itu dalam pembubaran tidak mengikuti tata laksana yang baik. Prosedur kita gugat ya," kata Ismail di gedung MK, Jakarta, Senin 2 Oktober 2017.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Ismail menambahkan pemerintah secara otoriter membubarkan HTI tanpa pernah memberikan peringatan apa pun. Cara ini dianggap diktator.

"Pemerintah bisa diktator dengan perppu itu. Lihat saja HTI enggak pernah diajak komunikasi kok," tuturnya.

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

Selain itu, dia mempertanyakan sikap pemerintah yang hanya memberikan surat pembubaran kepada notaris. Dan, bukan pada pengurus HTI.

"Yang nyata SK itu ada milik kami. Notaris itu hanya mengesahkan status kami, aktanya saja. Tapi, badan hukumnya di pemerintah. Jadi sebenarnya enggak ada hubungannya dengan notaris. Kenapa pemerintah menyerahkan SK pencabutan kepada notaris. Loh, yang punya badan hukumnya kami kok," jelasnya.

Terkait waktu gugatan HTI ke PTUN, Ismail belum bisa memastikan. Namun, ia memperkirakan akan dilakukan sekitar pekan depan.

"Sekitar pekan depan. Gugatan akan berjalan dengan uji materi di MK," ungkapnya.

Menurut dia, gugatan kedua lembaga yudikatif ini menjadi langkah strategi HTI karena mempunyai dua objek hukum yang berbeda.

"Sebab kalau pembubaran itu mengadili substitusi, apakah yang disampaikan dalam substitusi itu bertentangan dengan Pancasila atau tidak. Itu ada dalam undang undang Ormas yang lama. Nah, itu peradilannya di situ," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya