PKS Akan Usung Sohibul Iman Jadi Capres 2019

Dok. Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aljufri (kiri), Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman (tengah) saat menghadiri Mukernas ke-4 PKS di Depok, Jawa Barat.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hidayat Nur Wahid mengatakan, Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman menjadi salah satu figur yang akan diusung untuk menjadi bakal calon presiden (capres). PKS bahkan telah terbiasa menyebut Sohibul sebagai presiden karena posisi di partai.

Nama Anies Baswedan Mencuat Maju di Pilkada DKI Jakarta 2024, PKS Siap Usung Lagi?

"Salah satu figur yang bisa kami ajukan ada Presiden PKS. PKS saja kan dari dulu menyebut ketua partai sebagai presiden. Kami untuk hal semacam itu sudah menjadi tradisi," kata Hidayat di gedung DPR, Jakarta, 19 Oktober 2017.

Tak hanya Sohibul, ia juga menyebut calon lain yang berpeluang diusung PKS. Di antaranya beberapa kader yang sekarang menjadi kepala daerah di Jawa Barat dan Sumatera Barat. "Kita siapkan kader terbaik dan ada beberapa kader yang sekarang ini berada di posisi publik, sangat bagus dan mereka layak kami majukan sebagai capres bila kemudian peraturan perundangan memungkinkan," tutur Hidayat.

Massa PKS Hari Ini Gerudug KPU Depok Tuntut Usut Dugaan Penggelembungan Suara Caleg DPR RI

Namun, pengusungan kader juga harus melihat ambang batas calon presiden atau presidential threshold. Bila masih 20 persen seperti Undang-undang Pemilu, PKS tak akan memaksakan. "Kalau 20 persen ya kami tahu diri PKS kemarin dapat sekitar 8 persen," ujarnya.

Dia mengatakan, jalan menuju 2019 masih harus melalui 2018. Karena, pada 2018 terutama saat Pilkada serentak gelombang tiga diprediksi akan terjadi perubahan peta politik. "Kalau dalam Pilkada 2018 pemenang Pilgub Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan kemudian Sumatera Utara itu bukan dari parpol pendukung Jokowi pasti akan berubah peta," ujarnya.

Rencana PKS Batalkan IKN Nusantara Dinilai Sangat Emosional dan Tidak Visioner

Hidayat menjelaskan, kaderisasi yang dilakukan parpol bukan lambat. Namun, ia menuding justru UU yang membatasi pencapresan. "Menurut saya bukan karena kaderisasi di parpol tapi karena peraturan perundangan membatasi," kata Hidayat.

Menurutnya, kalau ambang batas presiden dibatasi 20 persen maka tentu pencalonan juga menjadi terbatas. Padahal aturan itu dianggap berbeda konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Sebenarnya kader sangat banyak tapi kalau UU tak memberikan ruang bagaimana mau mencalon. Kalau diberikan ruang, 2004 kan banyak calon, 2009, hanya 2014 dan 2009 mengurucut. 2004 kan banyak calon. Muncullah putaran kedua," ujarnya.

Ia memprediksi, dengan ambang batas presiden 20 persen maka paling banyak calon presiden hanya tiga pasangan calon. Kalau ada pasangan calon mengambil partai yang dominan maka hanya tersisa dua calon.

"Kalau MK mengabulkan uji materi jadi nol persen, banyak calon yang bisa dimajukan parpol peserta pemilu yang dinyatakan KPU diterima atau persyaratan lengkap, kan ada 14 partai." (mus)
    

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya