Edy Rahmayadi Sudah Out dari PSSI, Selanjutnya Apa?

Mantan Ketua Umum PSSI Edy Rahmayadi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Septianda Perdana

VIVA - Edy Rahmayadi akhirnya telah mengambil keputusan mundur sebagai Ketua Umum PSSI pada kongres tahunan 2019 di Sofitel, Nusa Dua, Minggu 20 Januari 2019 pagi WITA. Kini, Edy sudah benar-benar out, lalu apa yang bakal dilakukan PSSI?

Erick Thohir Beri Kabar Baik soal Nathan Tjoe-a-On, Bisa Bela Timnas Indonesia Vs Korea Selatan

Desakan agar Edy mundur dari kursi ketua umum memang sudah terdengar sejak tahun lalu. Edy yang juga menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara dinilai buruk selama kepemimpinannya sejak 10 November 2016.

Puncaknya, ketika timnas Indonesia gagal lolos ke semifinal Piala AFF 2018. Kini, kasus pengaturan skor juga menerpa sepakbola tanah air, parahnya jajaran Komite Eksekutif ikut terjerat dan sudah ada yang dijadikan tersangka.

Sinyal PKS Kembali Dukung Edy Rahmayadi di Pilkada Sumatera Utara?

Hingga akhirnya Edy pun menyatakan mundur sebagai Ketua Umum PSSI. Hal tersebut disampaikannya dalam pidato pembukaan Kongres Tahunan PSSI.

"Hanya orang-orang pengkhianat sama PSSI yang mau berbicara tanpa dasar PSSI. Saya pemaaf. Demi PSSI berjalan dan maju, mankanya saya nyatakan saya mundur dari Ketum PSSI," kata Edy di hadapan peserta Kongres.

PSSI Tempuh Jalur Tak Normal Supaya Nathan Tjoe-A-On Bela Timnas U-23 Indonesia di Perempat Final

"Ini semua saya lakukan dalam kondisi sehat walafiat. Bertanggung jawab kalian. Saya mundur, karena saya bertanggung jawab," lanjut Edy yang seharusnya menjabat hingga 2020 itu.

Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi

Edy juga mengungkapkan bila mundurnya tersebut karena merasa gagal menjalankan tugasnya sebagai ketua umum. Mulai dari prestasi timnas hingga, berbagai masalah yang mendera federasi sepakbola tertinggi di Indonesia tersebut.

"Ditegaskan visi mereka profesional bermartabat dalam rangka tercapainya kualitas sepakbola untuk ikut di kancah sepakbola dunia. Saya mohon maaf, titip salam saya sama seluruh rakyat Indonesia, sampai tahun kedua saya tak bisa mewujudkan ini. Bahkan, apa yang digariskan terjadi di luar yang tak bisa diinginkan," kata Edy.

"Ada persoalan yang begitu fenomenal. Dari suporter, pemain, sampai terjadi korban. Ada menyalahi hukum pengaturan skor dan sebagainya. Saya tidak tahu. 32 tahun saya jalani organisasi, PSSI ini paling berat yang saya alami," papar Edy.
 

Jokdri dan Orang Lama PSSI

Mundurnya Edy Rahmayadi memaksa kepemimpinan PSSI didapuk sementara oleh Joko Driyono selaku Wakil Ketum PSSI. Edy menyampaikan tersebut dalam pidatonya, dan penunjukkan Joko Driyono sesuai aturan organisasi.

"Sesuai dengan aturan organisasi, ketika ketua umum mundur maka wakil ketua umum yang menggantikan. Silakan  maju ke depan Pak Joko. Wakil Ketua Umum PSSI mengemban tugas sampai batas waktu yang diagendakan setelah ini," kata Edy.

Edy berpesan kepada peserta kongres yang memiliki hak menjadi ketua umum menggantikan dirinya untuk mendaftarkan diri sesuai prosedur yang ditentukan. Dia juga berpesan agar ketua umum selanjutnya jangan mencari kekayaan dari posisi tersebut.

"Kalau mau jadi ketua daftar yang baik. Ini jabatan suci. Kalau ada yang berpikir ingin kaya dengan menjadi Ketua PSSI, hentikan. Karena PSSI bukan untuk itu," tegas pria yang menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara itu.

Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono (tengah) didampingi Kepala Staf Ketua Umum PSSI Iwan Budianto (kanan) dan Anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Refrizal (kiri) memberikan keterangan terkait dugaaan pengaturan skor di Jakarta

Ini bukan pertama kali pria yang akrab disapa Jokdri tersebut menjadi Plt di kepengurusan PSSI. Pria asal Ngawi tersebut menjabat sebagai Plt Sekretaris Jenderal PSSI.

Terpilihnya Jokdri sebagai Plt Ketum PSSI saat ini, dinilai tak menyelesaikan masalah. Bahkan, kini giliran tagar #JokdriOut yang muncul, Jokdri dan para orang-orang lama di PSSI untuk mengikuti jejak Edy.

Gabungan 14 elemen suporter di Indonesia menggelar aksi unjuk rasa di depan hotel pergelaran Kongres. Ada beberapa poin yang mereka sampaikan, di antaranya dukungan kepada Satgas Anti Mafia Bola menangkap pelaku pengaturan skor.

"Sepakbola kita sangat kronis dan kotor, sistemik dan mengakar. Hari ini kita mendengar Edy Rahmayadi telah mengundurkan diri dari Ketua Umum PSSI. Siapapun yang masih bercokol di PSSI, mereka yang sudah lama dan yang sudah gagal memajukan sepakbola Indonesia agar tahu diri mundur juga," kata Andi Peci, Minggu 20 Januari 2019.

Para suporter lantas menyebut satu per satu nama yang wajib ditangkap lantaran diduga terlibat dalam mafia pengaturan skor. "Yang pertama harus ditangkap siapa? Jokdri!," teriak suporter kompak.

Selanjutnya, setelah Jokdri, para suporter menyebut nama Iwan Budianto dan Ratu Tisha Destria. Sampai saat ini, ada empat tersangka dari dalam tubuh PSSI yang diringkus kepolisian.

Mereka, anggota komite exco Johar Lin Eng, anggota Komisi Disiplin Dwi Irianto alias Mbah Putih, wasit Nurul Safarid dan koordinator wasit ML. Juga dua orang lain, mantan anggota komisi wasit Priyanto dan wasit futsal Anik Yuni Kartika Sari.

Desakan Gelar KLB

Sekretaris Menteri Pemuda dan Olahraga (Sesmenpora), Gatot S Dewa Broto mendesak PSSI untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa (KLB). Langkah itu dianggapnya tepat untuk menindaklanjuti mundurnya Edy Rahmayadi sebagai Ketua Umum.

"Saya tahunya dari media. Saya kira itu hak beliau, karena Kemenpora kan tidak melakukan intervensi ataupun tekanan apapun," kata Gatot melalui pesan singkat kepada wartawan.

"Kini PSSI harus segera berbenah, tunjuk siapa acting-nya dan mempersiapkan KLB," imbuhnya.

KLB yang dimaksud Gatot tak lepas dari penilaiannya terhadap kinerja pengurus PSSI selama ini. Menurut dia, meski pucuk pimpinan diganti, motor organisasi tetap orang-orang itu saja.

Dan terbukti masalah dalam tubuh PSSI tak pernah tuntas. Apalagi belakangan ini sudah dibentuk Satgas Antimafia Bola oleh Kepolisian dan menangkap sejumlah pengurus.

"Jangan sampai kondisi terulang kembali. Pucuk pimpinan ganti, tetapi motor-motor organisasi tetap itu-itu juga."

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Provinsi PSSI DKI Jakarta, Uden Kusuma Wijaya. Dia menilai PSSI tengah dalam situasi darurat di mana para pentingginya terjerat kasus hukum pengaturan skor dan sudah dijadikan tersangka.

"Saya rasa pilihan paling rasional adalah mengganti anggota Komite Eksekutif PSSI. Jangan memercayakan organisasi pada orang-orang lama yang kita tahu terlibat dalam masalah hukum. Biarkan mereka menyelesaikan persoalannya, " tutur Uden.

Akan tetapi, PSSI melalui Joko Driyono menyatakan untuk saat ini belum ada rencana menggelar KLB. Plt Ketum PSSI itu ada dua mekanisme untuk bisa menggelar KLB.

Pertama jika hal itu dikehendaki oleh 2/3 pemilik suara di tubuh PSSI. "Atau yang kedua, berdasarkan inisiatif Exco yang jika dimohonkan untuk KLB, maka harus dijalankan," katanya.

Sejauh ini, pria yang karib disapa Jokdri itu melanjutkan, belum ada usulan dari pemilik suara untuk menggelar KLB dalam waktu dekat. Artinya, PSSI akan berjalan normal, di mana dirinya sebagai ketua umum sementara berdasarkan amanat Statuta PSSI.

"Saya pengemban amanat konstitusi untuk meneruskan kekosongan kepemimpinan ini sampai periode berikutnya. Jika berikutnya ada keinginan untuk KLB mencari ketum, kami akan jalankan. Inisiatif ini telah diatur dan biarkan mengalir secara natural."

Perihal mengatasi kasus pengaturan skor, ada lembaga Ad Hoc Integrity dari PSSI. Jokdri menilai keberadaan lembaga Ad Hoc Integrity amat penting dalam menjaga marwah dan integritas sepakbola Indonesia.

"Tugasnya penting yaitu menjaga integritas sepakbola. Sebagaimana geliat sekarang, pengaturan skor dan lainnya, sehingga kita ingin bisa terbangun sinergi dengan seluruh stakeholder sepakbola dengan Kepolisian sebagaimana FIFA dengan Interpol. Tujuannya agar cita-cita kita memproteksi sepakbola kita terpenuhi," paparnya.

Selain itu PSSI juga membentuk lembaga independen berkaitan dengan wasit profesional yang akan memimpin laga di Liga 1 dan 2. Ada tiga hal yang menjadi fokus setelah disetujuinya lembaga independen tersebut.

Hal itu adalah sistem dan infrastruktur, manajerial dan SDM  (Sumber Daya Manusia). Menurut Jokdri, persoalan pengembangan profesionalitas wasit memang sudah menjadi program PSSI sejak tahun lalu.

"Bersama FIFA PSSI mendapatkan bantuan yang besar untuk masalah ini. Hal lain dalam kongres ini kami menangkap keinginan stakeholder sepakbola 2019 dengan tantangan yang tidak mudah, kita ingin bahu membahu menyatukan tekad kembali," ujarnya.

"Ibarat permainan sepakbola selama 90 menit, maka dalam kepengurusan sekarang memasuki paruh babak kedua. Tahun 2016-2017 babak pertama, tahun 2019-2020 babak kedua. Tantangan bisa dilalui melalui dukungan semua pihak, maka yang sulit menjadi mudah," tambah Jokdri.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya