Persaingan Manajer Top Bisa Kembalikan Sepakbola Indah

Manajer Manchester City, Pep Guardiola
Sumber :

VIVA.co.id – Beberapa figur seperti bos Arsenal, Arsene Wenger, mengatakan tentang bagaimana sepakbola telah berubah akibat komersialisasi. Beberapa akibat buruk yang terjadi, seperti harga pemain yang tak masuk akal, serta hilangnya unsur hiburan dengan sepakbola yang indah.

Defisit 3 Gol, Liverpool Ingin Bikin Keajaiban Comeback di Markas Atalanta

Banyak tim hanya mencari kemenangan, dan bagaimana mereka melakukannya tidak membuat sepakbola menarik lagi ditonton. Beberapa klub kaya mengandalkan kekuatan dana, untuk mengumpulkan pemain-pemain mahal, ditambah taktik yang jauh dari menarik dilihat.

Legenda Inggris dan Liverpool, John Barnes, mengatakan musim ini situasinya sangat menarik, dengan adanya persaingan beberapa manajer. Bukan hanya hebat dalam pencapaian, tapi juga dikenal dengan gaya permainan mereka yang indah, seperti Pep Guadiola, Juergen Klopp, dan Mauricio Pochettino.

Kata Guardiola Usai Manchester City Disingkirkan Real Madrid

Khusus mengenai kondisi Anfield, Barnes mengatakan Klopp telah merebut kembali pucuk kekuasaan, dan menjadi figur paling penting di klub. "Sulit menjadi manajer, ketika Anda memiliki pekerja yang lebih berkuasa dari Anda," kata Barnes, seperti dikutip dari MIrror, Jumat 7 Oktober 2016.

"Di masa lalu, Bob Paisley atau Kenny Dalglish adalah orang-orang paling penting di klub. Mereka memiliki kekuasaan penuh. Sekarang, pemain lebih berkuasa dan para manajer kalah pengaruh, seperti kita lihat tahun lalu. Tahun ini dengan beberapa manajer berkualitas di Premier League, situasi sedikit membaik," ujarnya.

Bikin Quattrick Lawan Everton, Cole Palmer Sejajar Erling Haaland dalam Daftar Top Skor

Saat pemain lebih berkuasa, seorang manajer disebutnya tak bisa melakukan apa yang dipikirnya baik, selain harus membuat para pemainnya bahagia. "Dulu, Anda harus membuat manajer merasa bahagia. Sepakbola telah berubah. Saat saya masih bermain, banyak tim memiliki karakter yang kuat," kata Barnes.

Beberapa tim disebutnya mulai terlihat seperti masa lalu yang indah. "Sekarang, tim dengan manajer top berbicara tentang manajemen dan taktik. Permainan tim telah merefleksikan manajer mereka," ucapnya. Dia menambahkan, pada masa lalu tim bahkan memiliki karakter lebih kuat, lebih dari sekedar wajah manajer.

"Pada masa lalu, tim (Liverpool)  tidak menjadi refleksi manajer, tapi klub. Dimulai para era Bill Shankly. Kini, para manajer harus mencari cara menegakkan pengaruh mereka, jadi sangat sulit dibandingkan," ujarnya. Barnes menambahkan, tentang fenomena tim kecil jadi besar yang terjadi setahun terakhir.

"Jika Anda lihat apa yang terjadi dalam sepakbola. Portugal memenangkan Piala Eropa, Islandia bermain bagus, situasinya tidak semudah memiliki pemain-pemain terbaik, atau uang terbanyak, tapi tentang tim, serta manajer yang mendapat kewenangan dan kuasa dalam membuat keputusan," kata Barnes.

Dia juga memberi contoh Leicester, yang tidak punya kekuatan bersaing secara finansial, tapi dapat menjadi juara Premier League. Mereka sukses, karena pemain-pemain yang memiliki talenta, belum memiliki nama besar dan masih berada di bawah kendali manajer.

Musim ini, pemain-pemain the Foxes telah populer, dan pengaruh Claudio Ranieri berkurang. Beberapa pemain diisukan bakal hengkang pada musim panas. Ranieri dan Leicester menuruti banyak keinginan pemain, memberi kontrak baru dengan kenaikan gaji yang besar untuk menyenangkan mereka.

Bicara tentang Klopp, Barnes mengatakan sangat yakin pada masa depan Liverpool. "Dia (Klopp) adalah orang yang memegang kendali, dan para pemain tahu mereka memiliki manajer yang berkuasa. Jadi, Liverpool bergerak ke arah yang baik," ujarnya.

"Saya tidak berpikir lain kecuali yang positif tentang Klopp. Bahkan tahun lalu, Liverpool tidak finis empat besar, tapi suporter mendukungnya, karena mereka bisa melihat apa yang sedang dia lakukan. Mereka bisa melihat hasratnya bagi klub," ucap Barnes.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya